dia ngfans banget sama couple agni dan cakka idola cilik, jadi perannya mereka
keep enjoyed ^_~
Sebelum pindah ke Jakarta, agni memang sempat bersekolah
di Jogja dan tinggal disana bersama eyangnya. Sementara ayah dan bundanya
tinggal di Jakarta. Orangtua agni memang pengusaha terkenal di Jakarta.
Makadari itu, kesibukan orangtuanya kadang membuat agni jengkel sendiri. Jarang
sekali ayah dan bundanya itu datang menjenguknya di Jogja. Mereka sibuk dengan
bisnisnya. Tapi, sering sekali mereka menelpon agni sekedar mengetahui
keadaannya. Tapi itu sama sekali tak membuat agni puas akan perhatian orangtuanya.
Hingga suatu hari, ayahnya memutuskan untuk meminta agni pindah ke Jakarta dan
tinggal bersama mereka. Agni tau, itu mungkin akan sama saja seperti dirinya di
Jogja yang jarang sekali bertemu dengan ayah bundanya, tapi mungkin dengan
menyetujui pindah ke Jakarta, seenggaknya agni bisa tinggal bersama mereka.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
‘Budi bangsa’
Agni masih memikirkan bagaimana sekolah itu. Sekolah
barunya di Jakarta. Sebenarnya, ini adalah sekolah yang ditunjuk tantenya karna
anaknya yaitu sivia, bersekolah disana juga. Agni dan sivia memang sudah akrab
dari kecil. hanya saja karna saudara perempuannya itu tinggal di Jakarta, agni
jadi jarang sekali bertemu dengannya.
“AGNIIIIIIII!!!” jerit seseorang dari teras depan
rumah agni.
Agni yang sedang sarapan, hampir tersedak mendengar
jeritan itu.
‘Dia ngga pernah berubah’ pikir agni.
Dari ruang tamu, munculah seorang gadis seumuran agni dengan
seragam yang sama seperti yang dikenakannya saat itu. Dengan wajah yang riang,
gadis itu menghampirinya kemudian memeluknya. Agni sampai kewalahan sendiri,
hampir saja ia tersedak untuk yang kedua kalinya, karna saat itu ia masih
meneguk segelas susu hangat. Gadis itupun buru-buru melepaskan pelukannya
ketika agni benar-benar tersedak karena ulahnya.
“aduhh, sorry ag, gak sengaja” kata via -gadis
itu- sambil mengusap-ngusap punggung agni.
“lo rempong amet sih jadi orang. Dari dulu gak
pernah berubah lo, vi” kata agni sedikit terengah-engah.
“hehehe kan gue udah minta maaf, ag” via malah
nyengir kuda. Agni menghela nafasnya pelan.
“lo sekarang berangkat bareng gue kan?” Tanya agni
berganti topik.
“iyalah. Ngapain juga gue jauh-jauh kesini kalo
bukan jemput lo”
“ya udah deh, berangkat sekarang aja yuk!” ajak
agni sambil menyeka mulutnya dengan tissue. Ia kemudian meraih tasnya dan
bersiap untuk berangkat.
“okeh. Tp emangnya lo gak pamit dulu?” Tanya via
sebelum melangkah.
“sama siapa? Udah gak ada orang” kata agni yang
melenggang kearah pintu depan. Via menyusulnya.
Tak sampai tiga menit, mobil sivia pun melesat
meninggalkan pekarangan rumah agni yang memang sudah terlihat sepi. Di
perjalanan, agni tak banyak mengeluarkan suara. Karna saat itu, hanya ada suara
via yang meracau tanpa henti. Mulai dari pintu mobil ditutup, via sudah
mengambil ancang-ancang bercerita. Awalnya, agni memang menanggapinya, karna
via bercerita tentang sekolahnya yang kini akan menjadi sekolah agni juga.
Tapi, yang namanya via, kalau ngga cerita dari A sampai Z rasanya tidak pernah
afdol buat dia. Agni hanya menanggapinya seputar keadaannya saja. Selebihnya,
ia melipat telinganya. Ia hanya merasa cukup tau saja. Kesananya, biar agni
yang menilai bagaimana sekolah barunya itu.
Mobil sivia kini sudah terparkir. Mereka keluar secara
bersamaan. Agni nampak memperhatikan keadaan sekitar, sementara via masih belum
selesai dengan kicauannya. Ketika sampai di lapangan, bel terdengar nyaring,
tanda pelajaran pertama akan segera di mulai. Via yang ikut mendengarnya sontak
berhenti bercerita.
“aduh, gue kan hari ini ulangan matematika!
Mampus!!” teriak via.
“ag, gue duluan ke kelas ya. Sorry gue gak bisa
nganterin lo. Ruang kepsek udah deket kok. Yang itu!” kata via kemudian
menunjuk kearah bangunan lantai tiga disebelah kanan lapangan.
“bye agni sayang. Hati-hati yaa!!!” kata via
sambil berlari menuju ke kelasnya yang rupanya terletak di bangunan yang
berbeda.
Agni hanya menatap saudara perempuannya itu geli. Setelah
via menghilang memasuki gedung itu, agni berbalik badan. Dan batapa kagetnya
agni saat itu mendapati segerombolan anak laki-laki yang berdiri menghalangi
jalannya.
“anak baru ya?” Tanya salah seorang anak laki-laki
itu.
“bukan” jawab agni setelah ia terdiam beberapa
detik.
“kita tau ya, mana anak baru dan mana yang bukan.
Jangan boong deh lo!” sahut anak laki-laki lainnya.
Jantung agni sedikit berdegup cepat. Ia merasa bukan
seharusnya sekarang dia di plonco sebagai anak baru. Ia hanya belum siap.
Tiba-tiba segerombolan anak laki-laki itu berganti
posisi, mereka membagi formasi menjadi dua bagian. Seolah memberikan jalur
untuk orang yang kini sedang berjalan kearah agni. Anak laki-laki itu terlihat
berjalan tenang melewati jalur yang sepertinya memang disediakan untuknya.
Ditangan kanannya terlihat memegang sebuah tongkat baseball yang ujungnya
disanggahkan dipundak kanannya. Agni mengakui kalau anak laki-laki yang sedang
menghampirinya ini memang tampak ganteng. Tapi ia heran, kenapa orang ini
terlihat seperti bos. Sungguh menjijikan.
“pindahan dari mana?” Tanya anak laki-laki itu
setelah tepat berada dihadapan agni.
Sebenarnya agni tak mau menjawab dan menghiraukan
laki-laki ini. Tapi, entah kenapa tatapannya begitu tajam seolah akan menusuk
manik matanya.
“jogja” jawab agni seadanya. Ia benar-benar ingin
segera pergi dari tempat itu.
“ngapain jauh-jauh dari jogja pindah kesini?”
Tanya laki-laki itu seolah ingin tau semuanya. Agni yang sudah tak tahan,
mencoba untuk mengacuhkannya.
“bukan urusan lo” jawab agni.
Benar-benar tak disangka, begitu mendengar jawaban agni
tadi, anak laki-laki itu tersenyum tipis. Kemudian, berjalan perlahan
mengelilingi tubuh agni. Ia tampak memutar-mutar tongkat baseballnya seperti
sedang pemanasan. Jantung agni kembali berdegup. Lebih cepat dari sebelumnya.
Anak laki-laki itu kemudian berhenti dihadapan agni dan mencondongkan wajahnya
mendekati wajah agni. Agni terlihat sedikit menghindar.
“bagus. Gue suka cewek berani kaya lo” kata anak
laki-laki itu. Agni mengernyitkan dahi.
“kelas berapa?” tanyanya lagi sambil menarik
wajahnya menjauh dari agni.
“12”
“okee. See ya di kelas”
“belum tentu juga kita sekelas” ceplos agni.
Anak laki-laki yang tadinya hendak berbalik badan,
mengurungkan niatnya begitu mendengar ucapan agni. Ia kembali menatap manic
mata agni, lalu tersenyum.
“liat aja nanti” katanya kemudian berlalu diikuti
gerombolan anak-anak tadi di belakangnya.
Entah kenapa, agni begitu jengkel dengan tatapannya.
Senyumnya manis, tapi begitu pahit untuk diartikan. Tanpa peduli lebih lama,
agni langsung pergi menuju ruang kepala sekolah yang memang menjadi tujuan
pertamanya.
Di sisi lain, ternyata anak laki-laki beserta CS-nya
tengah memperhatikan agni dari kejauhan.
“jangan ada yang ganggu dia” ucapnya.
“dia milik gue!” lanjutnya lagi.
“okee bosss!!” jawab anak-anak lainnya serempak.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“nah, ini adalah kelasmu, nak” ucap pak kepala
sekolah sambil berhenti tepat di depan pintu kelas XII ipa 7.
Agni terlihat sedikit ragu. Tapi, kemudian kepala sekolah
itupun mengajaknya masuk. Anak-anak yang tadinya ramai, tiba-tiba terdiam
begitu menyadari kehadiran agni. Agni berusaha mencari keberadaan via di kelas
itu, siapa tau saja dia sekelas dengan via. Tapi, begitu tatapannya berhenti di
bangku paling ujung, matanya seketika membulat. Benar-benar tak menyangka bisa
sekelas dengan laki-laki yang sempat bertemu di lapangan tadi, begitu juga
dengan gerombolannya. Laki-laki itu tampak melambaikan tangannya sambil
tersenyum manis menjijikan. Agni menghela nafas berat. Kemudian ia menoleh
kearah kepala sekolahnya.
“pak, saya boleh pindah kelas ngga?” Tanyanya yang
sontak membuat seisi kelas tertawa.
“bukannya tidak boleh. Tapi kelas lain sudah
mencukupi kapasitas. Jadi kamu tetap dikelas ini” ucap pak kepala sekolah
tersebut. Agni sedikit kecewa mendengarnya.
“sebaiknya sekarang perkenalkan dirimu” kata pak
kepala sekolah lagi.
Dengan sedikit kecewa, agnipun mengangguk. Kemudian ia
menatap semua anak-anak kelas itu. Masing-masing dari mereka menunjukkan
ekspresi yang berbeda. Anak laki-laki malah menggodanya, sedangkan anak
perempuan ada yang cuek, jutek, bahkan sinis ketika menatapnya.
“nama saya Agni. Pindahan dari Jogja” ucapnya
sedikit tanpa jeda.
“udah? Gitu doang? Gak ada yang lain?” teriak
salah satu anak laki-laki, Ray.
“maunya apa? Tanggal lahir, zodiac, hoby,
cita-cita, alamat rumah, e-mail, nomer handphone?” kata agni jengkel.
“wah boleh juga tuh. Terutama sih nomer hape sama
alamat rumah paling penting” teriak goldi.
“paling juga si Goldi ntar datang kerumah lo,
terus minta makanan sisa!! hahhaaha” timpal Gabriel yang iringi gelak tawa yang
lainnya.
Agni sebenarnya risih mendengarnya. Tapi ketika itu, ia
tak sengaja menangkap sosok laki-laki itu hanya terdiam sambil tersenyum
simpul. Tidak seperti anak-anak lainnya. Agni jadi heran sendiri.
“sudah-sudah! Agni, silahkan kamu cari tempat
dudukmu. Selamat belajar” ucap pak kepala sekolah sambil berlalu meninggalkan
kelas itu.
Seketika, kelas itupun kembali ramai. Entah karna
kehadiran agni yang membuat rusuh anak-anak, atau memang kelas ini selalu ramai
setiap hari? Agni juga tidak tau.
“sayyy, duduk sini ajaa!” panggil Ray sambil
menunjukkan bangku yang berada disamping ‘laki-laki’ itu.
Agni tampak ragu. Ia malah menatap sekelilingnya,
ternyata semua bangku sudah terisi.
‘ya ampun’ keluh agni dalam hati. Mau tak mau agni
mesti duduk sebangku dengan laki-laki itu.
Agni menghampiri tempat duduknya. Kemudian duduk tak
bergairah. Ia berusaha untuk bersikap sebiasa mungkin. Ia menatap sekitarnya,
kemudian ia mencoba tersenyum ramah pada kaum hawa yang menatapnya tadi dengan
sinis, tapi mereka malah membuang muka begitu agni mencoba tersenyum ramah.
“cuekin aja. Zahra emang suka sirik kalo ada yang
lebih cakep” kata laki-laki disamping agni.
Agnipun menoleh.
“gue cakka!” kata anak laki-laki itu sambil mengulurkan
tangannya.
Agni sedikit ragu untuk menyambut uluran
tangannya. Tapi akhirnya ia menjabatnya juga.
“agni” ucapnya.
“gue udah tau. Tadi kan lo bilang di depan” kata
cakka. Agni mendengus.
“yakali elo ngga denger. Gaada salahnya gue
ulangin” kata agni yang membuat cakka tersenyum simpul.
Cakka pun beranjak dari tempat duduknya sambil menenteng
tongkat baseballnya dengan diiringi para cs-nya. Sepertinya dia memang ketua
geng disini.
“eh, lo mau kemana?” teriak agni, begitu cakka
sampai di depan pintu kelas.
“ini kan masih jam pelajaran” lanjut agni. Cakka
menoleh kepadanya.
“lo liat ada pelajaran?” Tanya cakka.
Agni melirik kearah tempat guru didepan kelas, tak
ada siapapun disitu. Sekali lagi, cakka hanya tersenyum. Kali ini terlihat
seperti ejekan. Kemudian ia berlalu bersama anak gengnya. Agni hanya merengut.
“murid macam apa tuh anak? Siapa tau aja gurunya
telat. Seenaknya aja keluar-keluar kelas” gerutu agni.
“dia emang biasa kok kaya gitu. Nyantai aja. Guru
juga gak bakal berani marahin dia” kata anak perempuan dibarisan depan yang
kini menghampirinya.
“gue Raissa. Panggil aja acha” katanya sambil
duduk diatas meja agni.
“emang dia siapa? Kaya anak yang paling berkuasa
aja” kata agni heran.
“ntar juga lo tau sendiri kok” kata acha sambil
tersenyum.
“eh, lo kok bisa pindah kesini sih? Padahal kan
tanggung Cuma setahun doang” Tanya acha kemudian.
“disuruh pindah aja sama ayah” jawab agni ramah.
Sementara acha hanya mengangguk mengerti.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“pasti elo kan yang kemaren berani ngebocorin ban
motornya si boss?!! Ngaku gak lo?” teriak goldi dihadapan seorang anak kelas
sebelas ditengah lapang.
Goldi memang mewakili cakka untuk menghakimi anak itu.
Sementara cakka duduk santai sambil memainkan tongkat baseballnya. Cakka memang
terkenal cuek, seenaknya, dan semua aturan dia ‘berlaku’, dia tidak suka di
bantah, dia tidak suka di tantang, dia tidak suka dengan orang pengecut, dan
dia tidak suka ada orang yang mencampuri urusannya tanpa seizin dia.
Sementara goldi sedang menghakimi anak itu, anggota
lainnya terlihat berdiri membuat pagar betis disekelilingnya. Anak itu tidak
sedikitpun bersuara. Bahkan bercicitpun ia terlihat tak berani. Ia hanya
menunduk.
“cepetan ngaku! Mau gue gampar lo, hah??!” ancam
goldi.
“a.. ampun kak. Saya minta maaf. S..saya janji gak
akan mengulanginya lagi” kata anak itu terbata-bata.
Mendengar jawaban anak itu, goldi menghampiri cakka.
“dia yang ngelakuinnya bos! Mau diapain tuh
anak?” lapor goldi.
Cakka yang tadi duduk santai, kini beranjak dan
menghampiri ke tengah lapangan.
“kalo elo, emang gasuka sama gue, bilang langsung
sama gue! Mungkin nasib lo gak akan kaya gini” kata cakka sambil terus
memutar-mutar tongkat baseballnya. Anak itu semakin gemetar dibuatnya.
“lo tau? Gue gak suka orang pengecut. Lo bisa aja
bocorin ban motor gue, tapi gue bisa bikin kepala lo bocor sekarang juga…” kata
cakka yang kini mengayun-ayunkan tongkat baseballnya tepat dikepala anak itu.
Berancang-ancang mencari jarak yang tepat untuk menghantamnya.
Saat itu, waktunya istirahat. Agni yang sibuk
pontang-panting mencari keberadaan via, dikegetkan dengan kejadian yang sedang berlangsung
dilapangan.
Cakka yang tengah sibuk menentukan jarak saat itu,
tiba-tiba berhenti dan menurunkan tongkatnya sejenak. Kemudian dia berbalik
menghadap anggotanya yang berada di belakangnya.
“kira-kira lo semua pada setuju gak kalo nih anak gue
bikin kepalanya bocor detik ini juga?” Tanya cakka.
“hajar aja boss!”
“kita bersedia kok nonton aksi kepala bocor kena
hantam tongkat baseball! haha”
“STOOOPPP!!!” tiba-tiba saja ada yang berteriak
dibelakang cakka. Cakkapun menoleh.
“lo mau ngapain?” Tanya agni yang kini sudah
merentangkan tangannya seolah melindungi anak tadi.
“mungkin lebih baik lo pergi aja dari sini!” kata
cakka santai.
“tapi elo mau mukul kepala dia pake itu” kata agni
sambil melirik tongkat baseball
“yayaya dan matahari akan terbenam di barat!” kata
cakka seolah dengan memukul kepala orang memakai tongkat baseball itu adalah
hal biasa.
“gila ya, lo!” teriak agni.
Mendengar itu, cakka kembali tersenyum, mengangkat
tongkatnya perlahan dan mengulangi hal yang sama dengan yang dilakukannya tadi
pada anak itu. Tapi kali ini tepat disamping kepala agni. Agni memejamkan
matanya.
“lo emang cantik, tapi lo mesti sabar nunggu
giliran” kata cakka kemudian menurunkan tongkatnya.
Agni membuka matanya perlahan. Cakka masih terlihat
staycool dihadapannya.
“lo mesti beruntung karna hari ini lo ditolongin
sama cewek. Tapi gak ada lain kali” kata cakka sambil menatap tajam kearah anak
laki-laki yang ada dibelakang agni. Kemudian dia pergi diikuti anak-anak
lainnya.
Otot agni yang tadinya menegang, kini tiba-tiba kembali
melemas.
“lo gak apa-apa kan?” kata agni pada anak itu.
Anak itu mendengus kesal.
“ngapain lo nolongin gue? Gara-gara lo gue jadi
banci di mata mereka” bentak anak itu sambil berlalu pergi. Agni jadi bingung
sendiri dibuatnya.
“AGNIII!!” teriak via dari pinggir lapang. Agni
menoleh kemudian menghampirinya.
“lo gak apa-apa? Aduuh ngapain juga sih lo cari
gara-gara sama cakka? Kan tadi gue udah bilang” kata via.
“kapan lo bilang kaya gitu?” Tanya agni.
“tadi pagi pas di mobil. Emangnya lo gak denger?”
kata via. Agni terdiam.
“ya udahlah. Sebodo amat mau gimana. Udah
terlanjur. Palingan juga gue mati besok!” kata agni pasrah.
***
Cakka memarkirkan motornya begitu ia memasuki gerbang
rumahnya. Rumahnya memang tampak selalu sepi. Ia hanya tinggal bersama ayahnya,
semenjak orangtuanya berpisah. Ayahnya memiliki beberapa perusahaan terkenal di
Jakarta. Makadari itu ayahnya disibukkan dengan pekerjaannya, sementara cakka
sendiri sudah terbiasa menjalani hidup seperti ini. Cakka memang bisa memiliki
segalanya, tapi hanya satu yang tak bisa ia dapatkan, yaitu kasih sayang yang
benar-benar utuh. Selama ini mungkin ia hanya merasa ditinggal dan di
telantarkan dengan harta yang berlimpah yang memang mungkin tak ia butuhkan
sepenuhnya.
Satu demi satu anak tangga ia tapaki. Dari wajahnya,
cakka terlihat sedang berpikir. Memikirkan sesuatu yang benar-benar sedang
membelenggu di otaknya. Selama ini ia tidak pernah terlihat seperti itu.
Biasanya ia tidak pernah peduli dengan apapun. Tapi kali ini, entahlah apa yang
bisa merubahnya.
Pintu kamarnya perlahan ia buka. Ia taruh tasnya diatas
meja. Ia rebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Ia pandang langit-langit
kamarnya. Benar-benar membuatnya berpikir. Semakin ia telaah pikirannya itu,
semakin ia tidak tau jawabannya. Tak lama kemudian, cakka bangkit dari
rebahnya. Duduk sambil memeluk kedua lututnya.
“kenapa tatapan dia beda sih dari cewek lain?
Heran” gumam cakka.
“begitu polos. Tapi apa dia bener sepolos itu?”
kata cakka yang terus bergumam.
“dia udah berani campurin urusan gue!”
Tiba-tiba saja cakka mengulas senyumnya. Penuh
arti.
“dia mesti dapet pelajaran!!” ucapnya kemudian.
***
Hari ini agni berangkat sendiri. Lagipula ia sudah tau
jalan menuju sekolahnya. Kalau menunggu via, menurut agni kelamaan. Via itu
dandannya seabad. Bisa tua duluan Cuma gara-gara nunggu via doang. Sebenarnya
sih via juga oke-oke aja agni mau bareng atau ngga. So, gak ada masalah untuk
ini.
Pagi itu, koridor sekolah masih sepi. Hanya ada beberapa
anak saja yang baru datang seperti agni. Ketika agni sampai di persimpangan
koridor dan hendak berbelok kearah kelasnya, tiba-tiba saja ada yang melintas
kilat tepat didepan wajah agni. Benda itu langsung menghantam tembok yang ada
disebelah kanannya. Jantung agni sempat berhenti sejenak begitu mengetahui
benda itu adalah sebuah tongkat baseball yang kini sedang melintang tepat
dihadapannya. Mungkin jika hantaman itu meleset sedikit saja, agni tidak tau
akan jadi seperti apa wajahnya sekarang.
Agni terlihat menegang. Kemudian ia menoleh kearah
kirinya. Kearah orang yang hampir saja mencelakainya. Disana terlihat cakka
yang sedang tersenyum manis tanpa terlihat merasa berdosa. Cakka mengangkat
sudut bibirnya, kemudian mendorong tubuh agni merapat kearah tembok. Agni
sedikit meringis. Setelah itu cakka membuang tongkatnya itu kesembarang arah.
Terdengar bunyi berdebam dari tongkat itu. Karna memang cakka melemparnya tidak
dengan cara yang halus.
“kenapa? Lo takut sama tongkat itu?” Tanya cakka
sambil tersenyum.
“lo mau apa?” Tanya agni.
“gue mau nyapa lo doang, kok”
“jadi gini, cara lo nyapa cewek?”
“gak semua cewek gue sapa. Tapi Cuma inceran gue
doang” katanya sambil tersenyum.
Deg! Entah kenapa mendengar ucapan cakka tadi,
agni tiba-tiba merasa sesak.
Perlahan cakka mendekati agni. Ia tapakkan kedua
tangannya pada tembok. Membuat agni tidak bisa bergerak di dalam kurungan
tangan cakka dan tembok yang seakan menghimpitnya. Cakka mencondongkan wajahnya
kedepan. Jarak wajah mereka kini hanya beberapa senti. Dan lagi-lagi cakka
tersenyum.
“mau apa lo?” Tanya agni.
“kalo cowok udah kaya gini, tandanya mau ngapain?”
Tanya cakka pelan. Agni terdiam. Kali ini ia benar-benar tidak bisa berbuat
sesuatu untuk menjauhkan jarak wajah cakka dari wajahnya.
Tiba-tiba dari persimpangan koridor itu muncul seorang
anak-anak laki-laki yang baru datang. Ia malah tersenyum geli melihat cakka dan
agni saat itu.
“pagi gini, udah nyosor aja lo, kka! Haha” kata
iel. Cakka menyambutnya dengan menyunggingkan senyumnya.
Setelah itu, suasana kembali sepi. Iel berlalu begitu
saja. Agni jengkel melihatnya. Bukannya menolong, malah ikut-ikutan bikin agni
mati.
“lo mau apasih, kka?” Tanya agni lagi berusaha
untuk setenang mungkin.
“menurut lo?”
“jangan bilang lo mau cium gue!”
Mendengar jawaban agni yang seperti itu, cakka langsung
terbahak. Agni mengerutkan dahi melihatnya.
“kenapa sekarang lo ketawa?”
Cakka kembali mendekatkan wajahnya pada agni.
“gue gatau kalo elo itu bener-bener polos, atau
Cuma pura-pura. Yang jelas gue bakal cari tau” bisik cakka pada telinga agni.
Kemudian cakka menjauhkan badannya dan mengambil
tongkat baseballnya yang sempat ia lempar semabarangan. Kemudian ia menoleh
kearah agni sambil kembali tersenyum. Agni bersumpah, sekarang ia sangat benci
senyuman itu. Detik berikutnya cakka berlalu sambil menenteng tongkatnya.
Setelah cakka benar-benar menghilang dari pandangannya, agni terkulai lemas
sambil menyandarkan tubuhnya pada tembok dibelakangnya. Kemudian ia
menghembuskan nafas sambil mengusap keringat yang tiba-tiba muncul
dipelipisnya.
***
Kejadian kemarin pagi, cukup membuat agni berhati-hati
dengan cakka. Sekarang saja, selama pelajaran berlangsung, ia sama sekali tak
berani menoleh kearah cakka. Ia tahu, kini cakka tidak sedang memperhatikan
pelajaran melainkan dirinya.
Ketika istirahat tiba, agni berniat untuk keluar kelas
mencari via. Tapi, ketika itu ia tak sengaja menjatuhkan buku cakka yang memang
posisinya berada dipinggir meja. Agni memungutnya. Kemudian ia menoleh kearah
cakka. Cakka terlihat sedang tertawa bersama teman-temannya. Entah mereka
sedang membicarakan apa, agni tidak tahu. Yang jelas, sepertinya cakka tidak
menghiraukan agni saat itu, begitu pula dengan teman-temannya yang lain.
Agni melirik buku tulis itu. Tertera ‘Cakka Kawekas
Nuraga’ pada label namanya. Buku yang awalnya hanya dikira agni isinya Cuma
corat-coret atau bahkan putih polos itu, nyatanya membuat agni benar-benar
takjub dengan isinya. Sketsa wajahnya yang dilihat dari sudut pandang cakka,
terlukis indah di buku itu. Ternyata ini yang dikerjakan cakka saat jam
pelajaran tadi. Pantas saja ia terlihat lebih memperhatikan wajah agni
ketimbang pelajaran yang sedang berlangsung.
“kka…?” ucap agni. Cakkapun menoleh.
“itu buat lo. Hadiah selamat datang” kata cakka
kemudian setelah menyadari apa yang dipegang agni sekarang.
“Masa lo ngasih agni hadiah Cuma kertas doang sih
bos? dikira menang lomba 17 agustusan kali yak” celetuk goldi.
“yee dasar lo! Liat dong isinya. Gimana sih?!”
kata ray sambil menyikut tangan goldi. Tak peduli goldi meringis kesakitan
dihadapannya. Agni tersenyum melihatnya.
“thanks ya, kka” ucap agni. Dan Cakka hanya
tersenyum mendengarnya.
***
Hari ini adalah pelajaran olahraga di kelas agni. Gurunya
tidak masuk. Jadi, anak-anak kelasnya memilih untuk berolahraga sendiri.
Sebagian dari anak laki-laki ada yang bermain bola. Sebagiannya lagi, yaitu
gerombolannya cakka cs sedang nongkrong sambil tertawa-tawa di bawah pohon
rindang tempat mereka biasa berkumpul. Tapi disana tidak terlihat sosok cakka.
Entah dimana dia sekarang, tidak ada yang mengetahuinya. Sementara anak
perempuan ada yang bersantai-santai, adapula yang hanya melakukan pemanasan.
Agni yang bingung ingin bergabung dengan siapa,
memutuskan untuk kembali masuk kelas. Ketika baru beberapa langkah, tiba-tiba
terdengar suara seseorang.
“heh anak baru!!” teriak suara itu. Agni menoleh.
Ternyata Zahra yang memanggilnya.
“kenapa?” Tanya agni.
“lo nyadar gak sih sama diri lo? Tampang standar,
body juga standar. Emangnya lo gak heran kenapa cakka bisa ngincer elo?” kata
Zahra dengan sinisnya.
“gue gatau. Itu sih urusan dia” jawab agni.
“asal lo tau aja ya, gue bener-bener gak habis
pikir saat cakka nyuruh gue pindah tempat duduk demi bisa duduk sebangku sama
lo!” Zahra semakin terlihat mengeraskan rahangnya.
“jadi itu bangku lo? Ya udah, kalo lo emang mau
tukeran tempat duduk gak apa-apa kok” ucap agni.
“Hh.. siapa juga sih yang mau tukeran tempat duduk
sama lo?! Gue gak minat!!” kata Zahra yang kemudian pergi begitu saja. Agni
sendiri heran kenapa Zahra sampe semarah itu gara-gara bangku dia yang sekarang
ditempatin sama agni. Padahal agni sudah berbaik hati menawarkan bangkunya
kembali.
Agni mengurungkan niatnya kembali ke kelas. Ia berjalan
menuju toilet. Ketika ia hendak berbelok diujung koridor, agni menghentikan
langkahnya. Tak jauh dari koridor tersebut terlihat cakka yang sedang terbaring
dibangku taman belakang sekolah sambil menutup matanya dengan lengannya.
Sepertinya cakka sedang tidur disana. Karna penasran, agni menghampirinya
pelan-pelan.
Setelah sampai didekat bangku taman itu, agni duduk
didekat kepala cakka yang memang tersisa cukup untuk didudukinya. Agni
memandangi cakka yang sedang tidur saat itu. Ia benar-benar tidak mengerti
dengan sikap cowok ini. walau tingkahnya begajulan, tapi agni merasa ada sisi
baik dari seorang cakka. Agni mencoba mengulurkan tangannya untuk mengelus
kepala cakka. Tapi, tangan agni hanya berhenti diudara, terlihat ragu, agni
menarik kembali tangannya. Kemudian agni beralih memandang ke depan. Kembali
terngiang ditelinganya semua ucapan Zahra tadi. Agni benar-benar tidak tau
maksud cakka berbuat seperti itu padanya.
Agni masih tetap bergeming. Ia tak beranjak sama sekali.
Ia masih menunggui cakka di taman itu sementara cakka masih tertidur sampai
sekarang. Pelajaran olahraga sudah habis dari tadi. Tapi agni sama sekali tak
berniat untuk memasuki kelasnya. Ia lebih memilih disini bersama cakka.
Perlahan, agni menyandarkan kepalanya pada batang pohon yang menjalar
dibelakang bangku itu dan mulai memejamkan matanya. Sepertinya ia sudah terlalu
lelah memikirkan semuanya saat itu. Tak terasa agnipun ikut tertidur.
Tidak berapa lama kemudian, cakka terbangun. Ia mengusap
wajahnya perlahan. Menguap sesaat sambil meregangkan otot-otonya. Setelah itu,
barulah ia sadar ada seseorang disampingnya. Agni terlihat tidur pulas. Cakka
tersenyum melihatnya. Ia menggeser duduknya mendekati agni. Ia tatap wajah agni
lekat-lekat.
“lo manis banget, ag” gumam cakka.
“sampe sekarang gue belom tau jawaban dari
pertanyaan gue tentang diri lo”
Kemudian cakka terdiam. Ia menghela nafasnya. Kembali ia
menoleh kearah agni. Perlahan, ia sandarkan kepala agni dibahunya. Mencoba
untuk tidak membangunkan agni. Ia mengangkat tangannya kemudian mengelus kepala
agni pelan. Cakka benar-benar tidak tau apa yang dilakukannya sekarang, yang
jelas ia merasakan ketenangan dalam hatinya.
***
Kini agni sedang duduk diatas balkon kamarnya. Memandangi
langit malam yang penuh dengan bintang. Agni menerawang kejadian tadi pagi
ketika ia mendapati dirinya tidur dipundak cakka. Saat itu agni sangat bingung
untuk berkata apa. Dia salah tingkah. Padahal saat itu cakka bersikap biasa
saja begitu tau kalau agni terbangun. Cowok itu terlalu berlagak sok cool
dihadapannya. Senyumannya sulit diartikan. Terkadang senyuman dia begitu
menyebalkan dimata agni, tapi agni juga tidak bisa membohongi dirinya kalau
senyuman cakka juga bisa menyejukkan. Walaupun sedikit.
Mengingat kejadian tadi pagi, kembali agni teringat
akan perkataan zahra. Dia bingung. Cakka tidak pernah bilang secara langsung
kalau dirinya mengincar agni. Tapi mengenai bangku yang didudukinya, sapaan
tadi pagi, dan sketsa wajah agni yang diberikan padanya, itu semua apakah benar
jadi pertanda? Entahlah. Toh sejauh ini sikap cakka itu aneh dimata agni.
Mungkin tidak seharusnya agni beranggapan kalau cakka itu menyukainya.
Ketika agni sedang sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba
saja ponselnya berdering. Agni meraih ponselnya dari atas meja. Tarnyata dari
via.
“ya, hallo. kenapa, vi?”
“gpp. Besok lo berangkat bareng gue aja ya? Biar
gak kaya tadi pagi lagi” kata via diseberang telepon.
“udahlah, vi. Lagian mau ngehindar bagaimanapun
juga, gue bakalan tetep ketemu sama dia. Kemaren gue kan udah bilang, kalo gue
duduk sebangku sama dia”
“ya ampun, ag. Tabah ya jadi elo! Lo hati-hati aja
deh sama dia” ucap via prihatin.
“lebay deh, lo! Emangnya cakka itu monster kali
ya, sampe gue mesti hati-hati gitu”
“lebih dari monster malah, ag! Lo belum tau sih
dia gimana”
“menurut gue sih dia orangnya panas dingin gak
tentu”
“maksud lo?”
“gatau. Intinya gue bingung sama dia”
“terus lo mau gimana sekarang?”
“gatau. Mungkin ntar gue bisa nilai sendiri cakka
itu kaya gimana. Saat ini gue baru bisa nyimpulin kalo senyuman cakka itu
menyebalkan”
“kok gitu?”
“gatau, vi. Gue bener-bener gatau. Udah deh ya,
gue gak mau dibikin bingung Cuma gara-gara cakka doang. Udah ya, bye
viaaaaaaaaa!” KLIK. Agni menutup sambungan telponnya.
***
Ketika hendak berbelok memasuki gerbang sekolahnya, Cakka
mengerem motornya secara tiba-tiba begitu ada mobil yang menyiap dan berhenti
didepannya. Mungkin kini ia sudah menghajar pemilik mobil yang tidak sopan itu
kalau saja ia tidak mengenali mobil itu dan juga pemiliknya. Cakka bergeming,
pemilik mobil itu keluar. Tampak seorang gadis cantik yang keluar dari mobil
tersebut dan kini berjalan menghampiri cakka. Sepertinya gadis itu tidak peduli
dengan keadaan mobilnya yang terparkir tepat didepan gerbang Budi Bangsa.
“gue mau ngomong sama lo” suara lembut gadis itu
berhasil membuat cakka tak bergeming lagi.
“ngomong aja” kata cakka setelah ia membuka kaca
helmnya. Sepertinya ia enggan untuk menanggapi gadis ini.
“lo bisa turun dulu, kan? Please” kata gadis itu.
Cakka pun menurtinya. Kemudian ia ditarik gadis itu supaya sedikit menjauh dari
anak-anak budi bangsa yang baru datang ke sekolah.
“gue gak mau putus sama lo” kata gadis itu
kemudian.
Cakka terdiam. Ia melirik kearah mobil gadis itu.
“lo gak mau beresin mobil lo dulu? Ngalangin jalan
tuh!” kata cakka mengedikkan dagunya kearah mobil gadis itu.
“kka, gak ada yang lebih penting dari ini!
Sekarang gue Cuma mau penjelasan dari lo. Lo udah mutusin gue tanpa alesan”
Cakka tersenyum tipis.
“apa lo butuh alesan dari gue?” Tanya cakka,
Gadis itu mengangguk cemas.
“gue bosen sama lo”
Raut kekhawatiran itu kini berubah tidak percaya.
“sesederhana itu?”
Cakka mengangguk.
“tapi, kka…”
“apa perlu ada alesan lain?” Tanya cakka.
Gadis itu memandangnya makin tak percaya.
“gue suka sama cewek lain. So, emang sebaiknya
kita putus kan?” kata cakka datar.
Gadis itu merasakan sesak didadanya. Entah
bagaimana ia bisa jatuh cinta dengan laki-laki dihadapannya ini, ia juga tidak
tau. Setelah dikenalkan diacara makan malam keluarga itu, ia memang merasa
cakka itu lain. Laki-laki ini begitu dingin. Tidak mempunyai tatapan yang
lembut. Setahun setelah ia mengenalnya, ia benar-benar tidak bisa membohongi
perasaannya. Apalagi setiap ia bersama cakka, Ia merasa nyaman berada
didekatnya. Ia tidak pernah peduli dengan sifatnya yang keras. Ia benar-benar
menyayanginya. Sampai suatu ketika ia memberanikan diri mengungkapkan
perasaannya. Dan memang tak disangka cakka menerimanya. Mungkin selama ini, dia
juga tidak pernah tau alasan dia menerima pengakuannya. Sikap cakka juga tidak
berubah setelah mereka benar-benar jadian. Pernah ia merasa kalau hanya dirinya
yang mencintai. Mungkin memang itu faktanya. Tapi ia tidak pernah peduli,
Asalkan laki-laki itu selalu dengannya. Kini, pengakuan itu membuat dadanya
sakit. Laki-laki itu tidak pernah mengurusi gadis lain sejauh pengetahuan dia.
Cakka memang tidak pernah mencintainya tapi mungkin itu lebih baik dibanding
cakka mencintai gadis lain.
Gadis itu merasakan air matanya jatuh membasahi
pipinya. Apa memang dia salah mencintai orang? Tapi ia benar-benar
mencintainya. Tuhan… gadis itu seolah meminta pertolongan-Nya. Memohon agar
laki-laki dihadapannya ini tidak menyukai ataupun mencintai gadis lain. Jika
memang laki-laki ini tidak ditakdirkan untuk mencintainya, biarkan dia selalu
bersamanya tanpa harus mencintai gadis lain. Begitu egois kah? Entahlah.
Gadis itu juga merasakan tubuhnya membeku. Aliran
darahnya berhenti, begitu pula detak jantungnya. Tapi hanya satu yang ia
rasakan saat ini, hatinya yang terasa begitu perih. Apakah ia memang tidak akan
bersama laki-laki ini lagi? Air matanya tambah mengalir deras. Ia tidak melepas
pandangannya dari mata cakka. Apa ini saatnya?
Cakka yang tadinya tidak peduli, kini merasa
sedikit cemas dengan keadaan gadis dihadapannya ini.
“lo ngga apa-apa kan?” tanyanya.
“gue emang tau lo ngga pernah cinta sama gue, kka.
Tapi gue gak yakin kalo ngga akan ada apa-apa sama diri gue, setelah gue tau lo
cinta sama cewek lain”
“maksud lo?”
“gue gak mau kehilangan elo” kata gadis itu lirih.
Ia menunduk sambil terus menangis.
Cakka terdiam sejenak. Kemudian ia menarik gadis
itu kedalam pelukannya. Ia tidak menyangka jadinya akan seperti ini. Dia kira,
gadis ini hanya main-main ketika menyatakan perasaannya saat itu. Selama ini
gadis itu memang selalu bersamanya. Tapi tidak pernah dia yang mendatanginya,
melainkan selalu gadis itu sendiri.
“maafin gue” hanya kata-kata itu yang keluar dari
mulut cakka.
……
Didalam kelas, agni terlihat merenung. Ada sesuatu
dalam pikirannya. Ia topangkan dagunya dengan tangan diatas meja. Otaknya terus
berputar. Kejadian didepan gerbang tadi berkelebat dalam pikirannya. Ia tidak
tau gadis dalam pelukan cakka itu siapa, Ia juga tidak melihat wajahnya, karna
tenggelam dalam dekapan cakka. Yang jelas ia tau benar kalau gadis itu tidak
bersekolah disini. Terlihat dari seragam yang dikenakan gadis itu.
“apa mungkin itu pacarnya?” gumam agni.
“pasti iya. Lagian ngapain sih pagi-pagi pake
peluk-pelukkan segala? Mana ditempat umum pula. Kaya gatau malu aja” gerutu
agni.
‘eh? Kenapa gue malah ngurusin tuh cowok sih?’
batin agni.
Tidak lama kemudian, terdengar suara-suara bising
anak-anak yang tertawa dan sepertinya sedang berjalan kearah kelas agni.
“gue yakin tuh anak pindah sekolah karna malu udah
jadi banci!” kata goldi lantang.
“hahhaha… bener tuh! Kalo cara gue sih mending
mengasingkan diri sekalian keluar sana” timpal ray.
“lah? Dia kan emang udah keluar” sahut iel.
“keluar angkasa maksudnya” kata ray kemudian
terbahak dan diikuti oleh anak-anak lainnya.
Rupanya cakka beserta genknya yang datang. Mereka
berjalan sambil terus tertawa melewati pintu kelas. Tatapan agni bertemu dengan
cakka yang memandangnya datar. Cakka tidak ikut tertawa seperti
teman-temannya yang lain. Begitu agni sadar, ia langsung mengalihkan
pandangannya dan pura-pura mengeluarkan buku tulisnya. Tapi yang terambil
bukanlah buku bahasa inggris yang hendak diambilnya melainkan buku pemberian
cakka waktu itu.
Agni membuka buku itu, dan memandangi sketsa
wajahnya yang dibuat oleh cakka. Ia meraba sketsa itu ragu.
‘sebenernya maksud lo apa, kka? Lo ngga
bener-bener suka gue kan? Bahkan lo sendiri udah punya cewek’ batin agni. Ia
menggigit bibirnya sendiri. Entah apa yang dipikirkannya sekarang. Ia memang
tidak pernah berharap cakka menyukainya. Tapi kenapa hal ini selalu ada
dipikirannya?
Kini cakka sedang duduk diatas meja ray
dibelakang. Mereka terlihat sedang berkumpul dan membicarakan sesuatu. Bukan
cakka, tapi anak-anak lainnya. Cakka hanya memerhatikan sambil sesekali
tersenyum begitu mendengar teman-temannya itu tertawa.
Perlahan agni berdiri. Dia memberanikan dirinya
untuk menghampiri cakka. Ia yakin setelah ini urusan dalam pikirannya akan
selesai setelah apa yang akan dilakukannya saat ini.
“kka…” sapa agni.
Cakka menoleh. Anak-anak yang lain tiba-tiba
berhenti tertawa dan ikut menoleh kearah agni. Jantung agni serasa berdetak
lebih cepat saat itu. Gerogi menyergapnya.
“gue… gue mau balikin ini” akhirnya kata-kata
itupun keluar dari mulut agni.
Buku itu ia sodorkan kearah cakka. Cakka
memandangnya datar. Kemudian mengambilnya. Tanpa berpikir lagi, cakka pun
merobek kertas yang bergambarkan sketsa wajah itu dan kemudian merobeknya lagi
menjadi empat bagian. Agni tersentak melihatnya. Apa yang dilakukan laki-laki
ini?
“sebenernya lo ngga usah repot-repot balikin
hadiah kalo elo ngga suka” kata cakka.
Agni terlihat bingung. Kemudian cakka membuang
sobekan kertas itu ke lantai.
“lo bisa lakuin itu” kata cakka lagi.
Agni benar-benar tidak menyangka atas kelakuan
cakka barusan. Ia masih tertegun memandangi sobekan kertas itu. Sementara cakka
kembali sibuk dengan teman-temannya. Sebenarnya apa yang ada dalam hati cakka
saat itu? Heran. Kemudian Agni berjongkok untuk mengambil sobekan itu. Bahkan
cakka sama sekali tidak repot-repot untuk menoleh kearahnya lagi. Mata agni
sedikit kabur karena genangan air matanya yang berdesakkan hampir keluar dari
pelupuk matanya ketika mengambil satu persatu kertas itu.
‘kenapa lo? Kenapa lo jadi mau nangis gini, ag?’
Tanya agni dalam hati sambil menyeka air matanya.
…..
Jam istirahat sengaja agni pergunakan untuk
menemui via ditaman sekolah. Ia benar-benar ingin bicara dengan saudaranya itu.
Begitu banyak yang ia rasakan setelah pindah kesekolah ini. Bukan tidak nyaman,
tapi perasaan yang membuatnya bingung. Rasa yang ia tidak mengerti sama sekali.
“lo gamau makan dulu, ag?” Tanya via begitu sampai
di taman belakang sekolah.
Agni menggeleng lesu.
“sebenernya ada apa sih?” Tanya via yang heran
dengan keadaan saudaranya ini.
“gue bingung, vi”
“bingung soal apa?”
“cakka”
Seketika itu via langsung mengerjap ngerjapkan matanya.
Apa dia tidak salah dengar?
“kenapa sama dia? Dia gangguin elo lagi?”
Agni menggeleng lagi.
“terus kenapa dong”
“dia udah punya pacar ya?” tiba-tiba saja agni
menanyakan hal itu.
“hah? Ngapain lo nanya kaya gitu? Lo ngga lagi
suka kan sama dia?”
“jawab aja”
“hmmm… gue juga gatau sih. Lagian dia gapernah
keliatan deket sama cewek. Cuek abis. Mungkin ditambah cewek-cewek disini takut
kali buat ngedeketin dia. Yah, terkecuali Zahra. Soalnya dia emang udah
ngebet banget sama cakka dari kelas 1. Tapi cakkanya gapernah peduli”
“cewek dari sekolah lain?”
Via terdiam sejenak mencoba mengingat-ingat.
“oh iya! Gue sempet denger kalo cakka itu deket
sama shilla. Dia anak Bakti Bangsa. Sejauh ini sih Cuma shilla doang kayanya.
Tapi gue gak tau kalo mereka itu pacaran apa ngga. Soalnya dulu gue sempet liat
shilla dateng kesini pas pulang sekolah, tapi dia Cuma ketemu cakka bentaran
doang, abis itu cakkanya pergi pake motornya sendiri. Kalo mereka emang pacaran
mestinya pulang bareng, kan?” kata via sambil kembali berpikir.
Agni terlihat menggigit bibirnya.
‘Cuma shilla? Berarti yang tadi pagi dia?’ batin
agni. Kemudian dia menghela nafasnya. Sedikit sesak didadanya.
“tapi kalo emang mereka gak pacaran, gak mungkin
tadi pagi mereka pelukan” kata agni pelan.
“hah? Apa kata lo? Pelukan?”
Agni mengangguk.
“tadi pagi gue liat mereka. Cakka lagi peluk
cewek. Gue yakin itu shilla”
“jadi mereka pacaran?” via balik bertanya.
Sekali lagi agni hanya menggeleng. Kali ini ia sambil
memandangi sobekan-sobekan kertas yang ada dikepalan tangannya.
“mungkin emang begitu kenyataannya.” Kata agni
memperhatikan kepalan tangannya. Kenapa sekarang ia merasa kesal dengan cakka?
Dia ingat betul ketika cakka menyapanya dengan tidak sopan pagi itu. Sekarang
ia yakin, sapaan itu hanya main-main. Cakka tidak akan pernah serius. Kecuali
memukul orang, baru dia akan benar-benar melakukannya. Atau mungkin sketsa itu
juga tidak ada artinya. Pantas saja dia langsung merobeknya.
“itu apaan sih?” kata via yang baru melihat ada
sesuatu dikepalan tangan agni. Ia langsung merebutnya.
“kok robek-robek gini sih? Lecek gini lagi
kertasnya” kata via sambil memperhatikan sobekan kertas itu dan mencoba
menghubungkannya satu sama lain.
“loh ini kan sketsa muka lo, ag? Siapa yang bikin?”
“cakka. Dia bilang itu hadiah buat gue.”
“cakka? Kok bisa?” Tanya via heran.
Agni menggeleng.
“terus kenapa lo sobek-sobek begini? Kan sayang.
Lumayan loh sketsanya. Gue gak nyangka cakka bisa bikin beginian. Gue kira dia
Cuma bisa berantem doang” kata via sambil tersenyum geli.
“dia yang nyobek. Bukan gue”
Seketika via mengerutkan keningnya.
“gue bingung sama sikap dia. Gue emang gak ngarep
dia suka sama gue, tapi sketsa itu selalu bikin gue bertanya. Tapi pas tadi
pagi gue liat cakka peluk cewek, pertanyaan gue langsung ada jawabannya”
“terus?”
“niatnya mau gue balikin sketsa itu. Tapi langsung
dia sobek pas nerima itu ditangannya. Dan itu makin jelas, kalo sketsa itu
emang gak ada artinya buat dia”
“so, elo sekarang mau gimana?”
“ya gak gimana-gimana. Gue gak akan berpikiran
apa-apa lagi. Cakka Cuma temen sebangku gue yang menyebalkan. Sekali
menyebalkan tetap menyebalkan” kata agni sambil beranjak dari duduknya dan
membereskan roknya yang agak kusut karena duduk.
Kesimpulan yang cukup bagus. Setidaknya itu agak
membuat hatinya lega. Agni murid baru Budi Bangsa yang tidak sengaja bertemu
dengan makhluk menyebalkan yang bernama cakka dan tidak ada pengaruh apapun
dalam hidupnya.
Langkahnya sekarang lebih ringan. Setelah berpamitan
dengan via, ia langsung kembali kekelasnya. Gak akan ada lagi perasaan yang
membuatnya selalu bertanya-tanya. Senyum mengembang diwajahnya. Ia memang
tipikal orang yang gampang penasaran tapi gampang pula melupakannya :)
***
Brak!
Buku-buku itu kini jatuh berserakan. Agni
benar-benar tidak sengaja menabraknya. Di persimpangan menuju kelasnya, agni
memang agak sedikit berlari karena dia baru menyadari kalau dirinya agak
terlambat memasuki kelas. Tapi tiba-tiba saja dari arah berlawanan ada seorang
murid laki-laki yang sedang membawa setumpukan buku ditangannya. Buku-buku itu
terlalu banyak untuk dibawa oleh satu orang. Sampai-sampai murid laki-laki itu
tidak melihat jalan karena buku yang tertumpuk ditangannya terlalu menjulang
tinggi dan menghalangi pangdangannya.
“sorry. Gue gak sengaja” kata agni.
“it’s okay! Gak masalah kok” katanya sambil
memunguti satu persatu buku yang berserakan itu dan menumpuknya kembali. Agni
pun ikut membantunya. Karna ini memang kesalahan yang agni perbuat.
“kok sendiri aja sih? Buku-bukunya kan banyak. Lo
aja sampe gak liat jalan bawa setumpuk buku kaya gini” kata agni.
“tenang aja. Gue kan kuat” katanya lagi sedikit
bergurau.
“oh ya? Jadi gue gak perlu bantu lo dong? Padahal
niatnya mau gue bantuin bawa lho” kata agni mengikuti arah pembicaraan murid
laki-laki dihadapannya ini.
“haha.. kalo itu emang niat lo, boleh aja. Gue gak
keberatan dibantuin sama cewek” katanya setelah menumpuk buku terakhir.
“maksud lo? Jangan kira gue gak kuat ya bawa buku
kaya gini.” Kata agni sedikit menantangnya.
Murid itu tersenyum. Agnipun ikut tersenyum.
“oke. Mau dibawa kemana?”
“ke perpus aja”
“sipp” kata agni membagi dua tumpukan buku itu.
Kini mereka berjalan beriringan menuju
perpustakaan. Disela perjalanan, mereka sempat mengobrol banyak. Mulai dari
perkenalan sampai asal masing masing (?)
“jadi nama lo Alvin?”
“yapp. Kenapa? Ada masalah sama nama gue?”
“ngga apa-apa sih. Eh lo kelas mana?”
“XII Ipa 2. lo?”
“XII Ipa 7”
“sekelas sama cakka?”
“kok elo tau?”
“siapa sih yang ngga tau dia” katanya sambil
tersenyum.
‘begitu terkenalkah seorang cakka disekolah ini?’
batin agni.
Obrolan mereka terhenti setelah buku itu sudah mereka
taruh ditempatnya. Dan mereka berpisah menuju kelasnya masing-masing.
Pemandangan itu ternyata tidak lepas dari pantauan seseorang. Pandangan orang
itu seperti bertanya-tanya. Terlihat gurat-gurat kekhawatiran di wajahnya. Dia
tidak boleh membiarkan hal itu terjadi.
***
Jam tangan agni sudah menunjukkan pukul 06:45 ketika
mobil yang mengantarkannya tiba-tiba menepi dan berhenti.
“kenapa berenti, pak?” Tanya agni heran.
“kayanya ada ban yang kempes. Bapa periksa dulu
ya, non” kata pak sopir. Agni hanya mengangguk dengan khawatir.
Kembali agni melirik jam tangannya. Hampir pukul 7. Agni
semakin khawatir kalau dia akan terlambat datang kesekolah. Tiba-tiba pak sopir
mengetuk jendela mobil sebelah kirinya.
“bannya bocor, non! Kayanya kalau non agni
nungguin bapa pasti lama. Bapa cariin taksi aja ya, non? Gak apa-apa kan?”
tawar pak sopir begitu agni membuka jendela mobilnya.
“hmm.. ya udah. Gak apa-apa kok, pak” kata agni
yang kemudian keluar dari mobilnya.
“tunggu sebentar ya, non” kata pak sopir.
Ketika baru saja pak sopir hendak pergi mencari taksi,
ada seorang anak laki-laki yang mengendarai ninja berwarna hitam menepi
mendekati agni. Agni heran melihatnya. Anak laki-laki itu kemudian membuka kaca
helmnya.
“agni, kan?” tanyanya. Agni sedikit mengerutkan
keningnya.
“Alvin?” ucap agni ragu.
“mobilnya kenapa?” Tanya anak laki-laki itu yang
ternyata Alvin.
“bannya bocor” jawab agni.
“non agni, maaf. Bapa permisi cariin taksi dulu
ya, non” sela pak sopir. Agni menoleh kemudian mengangguk.
“eh, ngga usah pak! Biar agni berangkat bareng saya
aja” cegah Alvin.
“tapi, vin…”
“udah, ag. Lo bareng gue aja. Yukk!” ajak Alvin.
Agni terlihat sedikit ragu.
“kok malah bengong? Ayookk! Kalo nunggu taksi
malah tambah lama” bujuk Alvin. Setelah berpikir sejenak, akhirnya agni
mengangguk.
“pak, agni berangkat dulu, ya!” pamit agni.
“iya, non. Hati-hati ya den Alvin. Bapa titip non
agni” kata pak sopir itu rengkuh.
“iya, pak! Kami duluan, ya” kata Alvin begitu agni
sudah naik keatas motornya.
***
Sementara itu, dibawah pohon pinggir lapangan, tampak
cakka dan teman-temannya yang sedang berkumpul. Kali ini suasana terlihat sepi.
Tidak tampak seperti anak-anak yang sedang bercanda. Mereka semua hanya terdiam
heran melihat tingkah cakka yang hanya duduk termenung sambil memukul-mukulkan tongkat
baseballnya pada batang pohon. Sepertinya hati boss mereka sedang tidak
berdamai.
Tiba-tiba saja ray menyikut tangan iel. Iel menoleh risih
kepada ray. Tapi ray hanya mengedikkan dagu kearah cakka. Iel berdecak kesal.
Ia mengerti isyarat yang ray berikan. Kemudian iel pun menghampiri cakka.
“kenapa sih, kka?” Tanya iel. Cakka hanya menoleh
tapi kemudian meneruskan apa yang dilakukannya kembali.
Sebenarnya iel juga heran mengapa cakka tiba-tiba seperti
ini. Iel mengenal cakka sejak awal dia masuk sekolah ini. Dari dulu cakka
memang dingin. Dia berbeda dengan murid lainnya. Tatapannya penuh kebencian.
Entah apa yang membuat dia seperti itu.
Cakka memang tidak pernah peduli dengan apapun. Sampai
suatu ketika, seorang kakak kelas yang notabenenya ketua genk terdahulu sekolah
ini menantang cakka karena dia telah dianggap membangkang. Kakak kelas itu
berani mempertaruhkan jabatannya sebagai ketua genk disekolah ini kalau saja
cakka berhasil mengalahkannya. Awalnya cakka memang tidak peduli, tapi akhirnya
dia naik darah ketika kakak kelas itu mengatainya pecundang yang hanya
berlindung dibawah jabatan ayahnya. Dan tak disangka, dengan satu dua kali
serangan, cakka berhasil mengirim kakak kelas pecundang itu kerumah sakit.
Sejak saat itu anak-anak menjadi segan padanya. Dan secara tidak langsung,
cakka sudah menduduki posisi ketua genk yang baru. Mungkin seharusnya sejak
kejadian itu, dia sudah di DO kalau saja sekolah tidak mengingat posisi ayahnya
sebagai donator utama sekolah ini.
Setidaknya itu yang iel ingat tentang sejarah cakka yang
hingga saat ini menjabat sebagai ketua genk disekolah ini. Dan ada dua hal yang
ia ketahui, cakka itu asik kalau lagi seneng, tapi bisa jadi monster mengerikan
kalau dia marah. Sesimple itu. Dan sekarang ada satu hal yang iel sadari,
sebelumnya dia tidak pernah melihat cakka murung seperti ini.
Tiba-tiba saja dari arah berlawanan. Jauh didepan sana,
agni terlihat berjalan beriringan dengan seorang anak laki-laki. Alvin. Agni
tampak tersenyum gembira saat itu. Lalu mereka berpisah dan saling melambaikan
tangan satu sama lainnya,
Melihat kejadian itu, rahang cakka terlihat mengeras. Iel
yang menyadari hal itu hanya tersenyum tipis. Kini ia tau apa yang membuat
cakka murung seperti tadi. Tiba-tiba saja goldi yang baru datang dan melihat
kejadian yang sejurus dengan pandangan cakka langsung membuka suara.
“wahh si ketua osis bertingkah tuh boss! Hati-hati
boss, nanti direbut lagi cewek inceran bos!” kata goldi. Cakka langsung
mendelik tajam kearahnya.
“apa ada yang nyuruh lo komentar?” kata cakka
dingin.
“so..rii boss!” kata goldi yang langsung mengunci
mulutnya.
***
“wah wah.. Baru juga dua mingguan sekolah disini.
Udah narik perhatian dua cowok populer! Hebat banget lo!” tiba-tiba terdengar
suara sinis begitu agni berbelok dikoridor menuju kelasnya.
“Zahra?” kata agni heran. Zahra yang sekarang
tepat berdiri dihadapan agni terlihat melipat kedua tangannya didada. Begitu
angkuh.
“lo apain si Alvin? Sampe dia mau-maunya boncengin
elo kesekolah”
“maksud lo apaan, ra?”
“alah.. belaga bego lo! Gue tau, sebenernya elo
punya bakat terpendam kan?” kata Zahra. Agni mengerutkan keningnya heran.
“bakat jadi playgirl!” desis Zahra kemudian.
“apaan sih, ra? Gue bener-bener gak ngerti maksud
lo apa”
“kemaren-kemaren cakka kan yang lo deketin,
sekarang Alvin. Sebenernya mau ke siapa sih lo? Gak konsisten!” kata Zahra.
Agni menghela nafas sejenak.
“sorry, ra. Gue gak mau cari ribut sama lo. Gue
gak pernah deketin siapapun. Gue Cuma cari temen. Dan lo tenang aja. Gue sama
sekali gak ada apa-apa sama cakka ataupun alvin!” tegas agni yang kemudian
berlalu pergi. Ia memang tidak pernah berniat mencari musuh disekolah ini. Tapi
entah kenapa hanya Zahra yang tidak pernah menyukai kehadirannya. Mungkin agni
memang tau alasannya, tapi kenyataannya ia benar-benar tidak berniat merebut
cakka dari siapapun terutama Zahra.
…
Tiba saatnya istirahat. Tapi agni benar-benar tidak
berniat keluar kelas. Ia hanya duduk sendiri ditempat duduknya. Kembali
teringat kata-kata Zahra tadi pagi. Ia masih heran dengan apa yang dikatakan
Zahra.
“dua cowok populer?” gumam agni.
“siapa? Cakka sama Alvin?” Tanya agni bingung.
Saat itu cakka dan teman-temannya memang tidak ada. Agni tidak tau mereka
kemana. Yang jelas tas cakka sudah bertengger manis ditempat duduknya. Hanya
saja pemiliknya menghilang dari jam pertama dimulai hingga sekarang. Agni
betul-betul heran dengan sekolah ini. Bagaimana bisa ada siswa membolos begitu
saja tapi dibiarkan tanpa hukuman. Dan apakah karna hal itu cakka termasuk
cowok populer? Otak agni terus saja bertanya-tanya.
“anak berandal seperti itu mana bisa jadi cowok
populer?” desah agni.
Jam istirahat memang masih tersisa beberapa puluh menit
lagi. Tapi agni benar-benar tidak ingin keluar untuk mencari makan. Tapi ia
penasaran dengan keberadaan cakka. Jangan-jangan anak itu tidur lagi ditaman
belakang. Seperti waktu itu. Agni beranjak perlahan dari duduknya. Ia berjalan
keluar kelas. Tidak tau arah tujuannya kemana. Ia hanya berjalan sambil memperhatikan
anak-anak lainnya. Tapi diantara anak-anak itu, agni tidak melihat batang
hidung cakka sedikitpun.
‘loh? Kenapa gue nyariin cakka? Aduh apaan sih lo,
ag!’ batin agni tiba-tiba sekaligus menghentikan langkahnya.
“ehhmm.. kenapa berdiri tengah jalan?” Tanya
seseorang dibelakang agni. Agni kaget dan langsung berbalik badan.
“Alvin? Hehe sori” kata agni. Alvin tersenyum.
Tiba-tiba ada seorang anak laki-laki menghampiri mereka.
“maaf kak Alvin, Cuma mau ngingetin, nanti abis
pulang sekolah ada rapat. Kak Alvin ikut, kan?” tanyanya. Sekali lagi Alvin
hanya tersenyum sambil mengangguk. Kemudian setelah berpamitan, anak itupun
segera pergi.
“kalo boleh tau, lo mau rapat apaan?” Tanya agni.
“rapat mingguan OSIS”
“lo jadi pengurus osis?” Tanya agni lagi.
“loh? Emangnya lo gatau?” Tanya Alvin balik.
“gue kan baru kenal elo kemaren. Mana gue tau. Elo
kan gak pernah bilang”
“Hah? hahaha ternyata ketua osis disini emang gak
populer ya?” kata Alvin sedikit tertawa.
“maksud lo?”
“gak apa-apa. Lupain aja” kata Alvin yang masih
menahan tawanya. Tapi agni masih keliatan heran. Tidak lama dari itu, bel masuk
berbunyi. Agni yang menyadarinya langsung pamit pada Alvin untuk kembali
kekelasnya. Begitu pula dengan Alvin.
…
“cakka? Tadi kemana aja, lo?” kata agni begitu ia
mendapati cakka yang sudah bertengger dibangkunya.
Cakka menoleh. Tatapannya datar.
“gue pergi kemana, apa ada urusannya sama lo?”
ucap cakka dingin.
Agni terdiam sejenak mendengar ucapan cakka.
Mulutnya hendak mengatakan sesuatu, tapi seketika mengatup kembali. Ia urungkan
niatnya. Ia memilih untuk duduk ditempatnya. Lagipula, ia sadar. Semua yang
dilakukan cakka memang tidak ada urusannya dengan dia. Jadi untuk apa ia
bertanya.
Suasana kelas saat itu sangat berisik. Guru yang
seharusnya mengajar dikelas agni saat ini sedang tidak masuk. Tak ada titipan
tugas apapun. Itu sebabnya anak-anak dikelasnya menjadi berisik. Dan tumben
sekali cakka tidak pergi keluar kelas. Teman-teman cakka dibelakang malah
sedang asik bermain kartu. Tapi cakka tidak ikut bergabung. Ia masih bergeming
ditempat duduknya. Begitupula dengan agni. Suasana saat itu agak membuat agni
sedikit kaku. Ia bingung harus berbuat apa. Sangat tidak mungkin sekali kalau
saat ini harus mengajak cakka mengobrol. Dia terlihat sedang tidak bersahabat.
Tiba-tiba…
“cepet juga ya lo akrab sama si ketos?” ucap
cakka. Agni sedikit tersentak.
“lo ngomong sama gue?” Tanya agni.
“lo pikir gue lagi ngomong sama siapa?” kata
cakka.
“maksud lo si ketos, apaan?”
“sepolos-polosnya elo, tapi gue gak percaya kalo
elo gak ngerti apa itu ketos”
“ketua osis, kan? Gue gak bego-bego amat, kok.
Tapi, maksud lo apaan nanya kaya gitu?” kata agni sedikit jengkel. Cakka
mendelik.
“iya iya. Gue pasti jawab pertanyaan lo, kok. Tapi
masalahnya gue gak paham. Emang si ketos itu siapa?” Tanya agni yang mengerti
respon cakka.
Mendengar agni bertanya seperti itu membuat bola
mata cakka membesar.
“masa lo gak tau?”
Agni menggeleng. Cakka mendengus kesal melihatnya.
Apakah harus dia menyebutkan nama orang itu?
“tunggu… tunggu, maksud lo Alvin?” kata agni yang
teringat sesuatu.
“gue emang tau kalo dia pengurus osis. Tapi gue
baru tau kalo dia ketuanya. Pantesan aja dibilang famous” kata agni yang entah
berbicara dengan siapa. Sementara cakka terlihat sudah malas meneruskan
obrolannya. Dia beranjak dari duduknya kemudian pergi begitu saja keluar kelas
tanpa mempedulikan agni yang terheran-heran ditinggalnya.
“gue salah ngomong kali, ya?” gumam agni.
***
Disini adalah satu-satunya tempat yang membuat hatinya
tenang. Tapi disini juga satu-satunya tempat yang bisa membuat hatinya kembali
merasakan perih yang begitu menyakitkan. Semuanya berkelebat begitu saja.
Siluet-siluet itu dengan cepat melintas dipikirannya ketika ia pandang nisan
dihadapannya itu.
Disinilah cakka berada. Berdiri disamping sebuah makam
seseorang yang sangat ia cintai. Setiap kali ia berada disini, pikirannya
selalu terusik dengan kenangan lalu. Dan setiap kali itu juga, ia selalu
mengepalkan tangannya sekeras mungkin. Rahangnya mengeras begitu saja.
Tatapannya penuh duka yang diselimuti kebencian. Ia tidak pernah bisa
menghindari perasaan itu.
“gue gak akan pernah ngebiarin lo ngerebut
kebahagiaan gue lagi, vin! Gak akan pernah!” gumam cakka.
***
Siang itu begitu panas. Lapangan tampak sepi peminat.
Biasanya pada saat jam istirahat, beberapa anak laki-laki sering menggunakannya
untuk bermain basket. Tapi kali ini tidak ada satupun. Sementara cakka dan
teman-temannya seperti biasa duduk-duduk dibawah pohon tepi lapangan. Udara
panas saat itu cukup membuat ray dan goldi belingsatan.
“kemana sih si Aldi? Gatau apa gue udah dehidrasi
begini!” kata ray mewakili goldi yang juga sedang kehausan.
“noh dia! Cepetan, woy!!!!” teriak goldi.
“pingsan dulu lo ya? Disuruh pesenin es teh aja
lama banget” kata ray mencak-mencak sambil merebut segelas pet es teh dari
tangan aldi.
“ma… ma’af. Kak! Tadi dikantin penuh. Kan masih
jam istirahat” kata aldi.
“yee emangnya gue peduli kantin penuh atau ngga!?
Sinih!!” kata goldi sambil melakukan hal yang sama seperti ray. Gabriel hanya
tersenyum melihat tingkah kedua temannya itu kemudian ia juga ikut mengambil
jatahnya dari tangan aldi.
“ehh, kenapa lo malah bengong disini? Lo gak
nawarin si boss?” kata ray pada aldi.
Aldi tersentak dan kemudian menghampiri cakka
pelan-pelan. Melihat aldi yang berjalan kaya mempelai keong wanita, ray jadi
tidak sabar sendiri. Ia dorong tubuh aldi dari belakang. Tapi karna aldi tidak
siap, kakinya tersandung dan tanpa sengaja menumpahkan es teh itu kebaju cakka.
Cakka terdiam tanpa ekspresi. Ia bangkit dari duduknya.
Seketika semuanya terdiam. ray terlihat kaget. goldi dan
ielpun tersentak. Keadaan menjadi hening sesaat. Aldi kaget dan tubuhnya
mendadak gemetar. Ia benar-benar tidak tau apa yang akan terjadi padanya
setelah ini.
“kenapa lo gemeteran? Harusnya kan gue yang
gemeter kedinginan!” ucap cakka. Aldi menunduk. Tidak berani menatap kakak
kelasnya ini.
“ma.. ma’af boss!! Sa.. sa.. saya gak se..
sengaja!” cicit aldi yang kemudian mengelap-ngelap baju cakka yang kotor dan
basah menggunakan bajunya.
Melihat tindakan yang dilakukan aldi, goldi segera
memisahkannya dari cakka. Mungkin itu akan membuat semuanya lebih reda sebelum
kemarahan bossnya itu meledak saat itu juga.
“bego banget sih, lo! Didorong gitu aja gak bisa
nahan!” maki goldi.
“ma’af, kak! Ampun. Saya gak sengaja” cicitnya
lagi. Goldi terdiam, kemudian ia melirik cakka.
“boss, mau diapain nih?” Tanya goldi.
“suruh dia panggilin semua anak laki-laki kelas
sebelas kesini! Sekarang!” kata cakka.
“oke. Lo denger kan? Cepetan! Gak pake lama!” kata
goldi pada aldi yang segera berlari memanggil teman-temannya.
“lo perlu ganti baju, kka?” Tanya iel.
“gak perlu” ucap cakka yang kembali duduk ditempatnya.
Iel sedikit khawatir dengan apa yang akan terjadi setelah ini.
Tidak lama kemudian, anak-anak pun dating berlarian
menuju lapangan. Goldi sibuk mengambil alih untuk membariskan anak-anak itu.
“ayo ibu-ibu… barisnya cepetan! Diatur barisannya
yang rapi!” teriak goldi ditengah lapang seolah sedang membariskan ibu-ibu
hamil yang sedang antri periksa kandungan. Setelah rapi, goldi menghampiri
cakka ditepi lapangan. Anak-anak pada bertanya-tanya. Kebanyakan raut wajah
mereka terlihat ketakutan. Karna siapa tau saja setelah ini mereka akan dapat
pukulan tongkat baseball gratis dari kakak kelasnya itu.
“udah rapi, bos! Mau disuruh ngapain?” Tanya
goldi.
“lari keliling lapangan ini seratus putaran!” kata
cakka. Goldi terlihat mengangguk mengerti.
“Tambah sepuluh lagi kalo berhenti!” lanjut cakka
kemudian. Goldipun langsung melesat menghampiri anak-anak itu.
“okee. Sekarang kalian lari keliling lapangan ini
seratus putaran!” teriak goldi. Anak-anak pada tercengang mendengarnya.
“dan kalo berhenti bakal ditambahin sepuluh
putaran lagi” lanjut goldi. Seketika anak-anak langsung terdengar
berdesis-desis tidak jelas.
“kalo ada yang mau protes, langsung aja ngadep
gue!” teriak cakka dari pinggir lapangan.
“nah tuh! Ada yang mau protes. Silahkan!” teriak
goldi. Anak-anak terdiam. Tak ada satupun yang bersuara.
“gak ada? Ya udah. Selamat bersenang-senang!” kata
goldi kemudian berlari ketepi.
…
Agni terheran-heran saat melihat banyak sekali anak-anak
berlari keliling lapangan mengenakan seragam. Kalaupun mereka sedang jam
pelajaran olahraga, tidak mungkin berlari tanpa mengenakan kaos olahraga.
Karana penasaran, dari pinggir lapangan ia tanyai satu persatu anak yang
melewatinya. Tapi tak ada satupun yang menjawab. Mereka tidak ada yang berani
menjawabnya. Agni semakin heran. Seketika ia mengalihkan pandangannya,
berhentilah tatapannya pada sosok laki-laki yang sedang duduk santai dibawah
pohon rindang. Agni segera menghampirinya dengan perasaan kesal.
“mereka disuruh apaan sih sama kalian?” sentak
agni.
“mereka lagi jam pelajaran olahraga” celetuk ray.
Agni tersenyum sinis.
“mana ada guru yang nyuruh mereka olahraga siang
bolong kaya gini!? Berapa putaran kalian suruh mereka lari?”
“seratus putaran doang kok!” jawab goldi. Mata agni
seketika membesar.
“sepuluh lagi kalo berenti” tambah ray.
“kalian gila apa? Liat, udah banyak banget yang
pingsan tuh”
“ya berarti mereka-mereka yang pingsan punya utang
sama kita” kata goldi.
“dasar gila!” teriak agni. Goldi dan ray hanya tersenyum
tipis. Mata agni beralih kearah cakka.
“gila ya lo, kka?” bentak agni begitu dihadapan
cakka.
“manusia macem apa sih lo? Lo gak kasian apa sama
mereka?!!” kata agni lagi. Cakka bangkit dari duduknya dan kemudian meraih
tongkat baseballnya.
“mulai sekarang, setiap kata yang keluar dari
mulut lo, sebanyak itupula anak-anak ini dapet pukulan dari tongkat gue!” ucap
cakka memainkan tongkatnya. Agni terdiam seketika.
“so, elo tinggal pilih. Berhenti campurin
urusan gue, atau nasib mereka berakhir sekarang juga?!!” lanjut cakka sambil
tersenyum menatap agni. Agni benar-benar tidak menyukai senyuman dan tatapan
itu. Menjijikkan.
Agni tidak mungkin tinggal diam. ia segera berlari kearah
ruang guru untuk mencari seseorang yang bisa menghentikan ulah cakka. Dia pasti
akan menemukannya disana. Agni terus berlari dengan nafas yang
tersengal-sengal. Sementara anak-anak yang lain sama sekali tidak ada yang
berani membantunya. Mereka hanya bisa berharap agni bisa menghentikan ulah
cakka.
Agni berusaha mengatur nafasnya begitu ia memasuki ruang
guru. Semua guru sempat terkesiap. Khawatir dengan keadaan agni. Tapi setelah
mengetahui maksud agni, para guru itu malah kembali pada aktivitasnya
masing-masing. Agni benar-benar heran melihatnya. Apa-apaan ini? Sekolah macam
apa ini? Tidak ada satupun guru yang berani menghentikan ulah anak muridnya
itu.
Bu ira, guru bp disekolah itu hanya menarik nafas berat
mendengar pengaduan agni tentang cakka.
''Sudahlah, agni! Percuma menghentikan dia.
Kami disini sudah angkat tangan dengan kelakuan dia.''
"tapi, bu...''
"ibu mengerti maksud kamu. Ibu juga
ingin melakukan sesuatu. Tapi sepertinya percuma'' ucap bu ira. Agni terdiam.
Alih-alih ia berlari keluar ruangan. Bu ira hanya bisa menatapnya nanar. Begitu
Agni menghilang dari pandangannya, ada sesuatu yang kini harus ia lakukan. Ia
tidak bisa terus-terusan seperti ini.
...
Agni berlari tanpa arah. Ia tidak tau harus kemana. Semua
anak disekolah itu hanya menatapnya iba. Agni benar-benar benci melihat itu semua.
Mereka semua pecundang. Agni terus menjerit dalam hati. Kakinya sudah tak kuat
lagi menopang tubuhnya. Hingga akhirnya ia terjatuh dan terlutut dihadapan
seorang anak laki-laki.
''Agni? lo kenapa?''
''cakka, vin! cakka... Anak kelas
sebelas...'' agni tersengal-sengal. Alvin mengangguk. Ia mengerti maksud agni.
Mungkin kini saatnya.
''lo disini. Biar gue yang ke cakka! oke?''
ucap alvin dan berlalu pergi.
...
Deruan nafas anak-anak itu terdengar begitu jelas. Kini
mereka tengah berbaris menghadap podium ditepi lapangan. Sementara itu, tepat
didepan mereka berdiri diatas podium seorang anak laki-laki yang sedang
memberikan ucapan selamat pada anak-anak itu. Siapa lagi kalau bukan cakka.
''gue ucapin selamat buat kalian-kalian yang
berhasil ngelewatin tantangan ini. Gue akuin stamina kalian cukup tangguh. Tapi
tenang, ini baru permulaan. Masih banyak ujian yang mesti kalian hadepin'' ucap
cakka.
''ujian apa ini? ujian masuk geng lo?'' ucap
seseorang dibalik barisan anak-anak itu. Semuanya langsung menoleh kebelakang.
Seketika mereka merapat pada kedua sisi. Memberi celah pada seseorang itu.
Cakka terkesiap. Ia berdecak kecil. Kemudian ia turun dari podium dan
menghampiri orang itu. Alvin.
Cakka tersenyum tipis begitu ia sampai dihadapan alvin.
Kembali ia mainkan tongkat baseballnya.
''gue rasa, lo udah ngerti dengan kata
'jangan campurin urusan gue lagi'!'' ucap cakka yang penuh penekanan pada
setiap katanya. alvin tersenyum
''gue gak pernah berhenti buat campurin
urusan lo. Gue cuma mempersiapkan diri aja'' jawab alvin. seketika cakka
tertawa mendengarnya.
''nyiapin diri buat apa? ngalahin gue? Gak
akan bisa!!''
''liat aja nanti'' ucap alvin tenang.
Kembali cakka terbahak mendengar perkataan
alvin saat itu. Kemudian tiba-tiba ia menghentikan tawanya dan menatap tajam
manik mata alvin.
''bisa homerun gak, ya?'' kata-kata itu
kembali keluar dari mulut cakka diiringi gerakan yang mengayunkan tongkat
baseballnya disamping kepala alvin. Alvin agak sedikit tersentak.
''pukul aja, kka. Kalo itu bisa buat lo
puas'' kata alvin berusaha tenang. Disis lain, pundak agni terasa melorot
melihat tindakan yang dilakukan cakka terhadap alvin. tapi sayangnya ia sama
sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Matanya tiba-tiba terasa perih. Pandangannya
sedikit kabur saat itu.
''oh ya?'' ucap cakka tak kalah tenang. Tapi
kemudian seketika saja matanya kembali menatap tajam alvin.
''kalo gue pukul kepala lo sekarang, lo bakal
mati. Dan gue gak tertarik!'' ucap cakka lagi.
''satu-satunya yang bikin gue puas adalah
ngeliat hidup lo menderita!!'' lanjutnya dan kemudian berlalu pergi.
Kini alvin bisa bernafas lega. Tapi hatinya tetap
merasakan ketidak tenangan. Alvin masih tertegun dilapangan itu menatap
kepergian cakka dan teman-temannya yang satu persatu mengikuti cakka. Semua ini
belum berakhir. Ia harus tetap melakukannya. Sementara agni menatapnya heran.
Ia yakin ada sesuatu dianatara mereka. Tapi agni tidak tau itu apa. Melihat
alvin dan cakka, entah kenapa ada rasa sedih yang terselip dihatinya.
***
Cakka menghentikan motornya begitu mendapati shilla
berdiri didepan gerbang rumahnya. Sepertinya gadis itu memang menunggunya.
Cakka sama sekali tak berniat untuk menghampirinya. Dia sudah bisa menduga apa
yang akan gadis itu bicarakan dengannya.
“kka…” sapa shilla begitu sampai dihadapan ninja
merah tersebut.
Seperti biasa, cakka hanya membuka kaca helm yang sedari
tadi dikenakannya.
“lo ada waktu?” Tanya shilla lagi.
“mau ngapain?” Tanya cakka datar.
“gue mau ngomong lagi sama lo”
“apa semuanya belom jelas buat lo?” kata cakka.
shilla menggeleng pelan.
“ada satu hal lagi yang mesti gue omongin sama lo”
“ya udah, ngomong aja. Gue tunggu lo didalem” kata
cakka seraya menstater motornya. Tapi tiba-tiba ditahan oleh shilla.
“bukan disini” cegahnya.
“gue bilang kan didalem” kata cakka.
“maksud gue… lo bisa ikut gue sebentar?” Tanya
shilla. Cakka sedikit berdecak.
“gue janji deh abis itu gue gak bakal ganggu lo
lagi” sergah shilla kemudian.
“lo gak bawa mobil?” Tanya cakka. shilla
menggeleng.
Yap, saat itu memang dia tidak membawa mobil. Sejak cakka
sampai, gadis itu memang tangah berdiri tanpa ada satu orangpun
menemaninya.
“cepet naik! Gue gak punya banyak waktu”
…
“vin.. tadi siang, lo gak kenapa-kenapa kan?”
Tanya agni pelan. Ia memang masih berada disekolah saat itu tepatnya kini
sedang berada diruang osis bersama Alvin.
Alvin menghentikan gerakan jarinya yang sedang mengetik.
Kemudian ia menoleh kearah agni sambil tersenyum.
“kalo gue kenapa-kenapa, gak mungkin sekarang gue
disini” ucapnya kemudian kembali terpaku pada monitor dihadapannya. Agni
tersenyum simpul mendengarnya.
“mmm… gue boleh nanya sesuatu gak sama lo?” Tanya
agni ragu.
“tapi gue gak janji ya bisa jawab pertanyaan lo”
kata Alvin sambil terus melakukan aktivitasnya.
“gue mau nanya soal cakka” kata agni pelan.
Seketika Alvin langsung menoleh dan berhenti mnegetik.
“kenapa?” Tanya Alvin.
“sebenernya cakka itu emang selalu kaya gitu ya?”
“kaya gitu gimana?” Alvin malah balik bertanya.
“yaaa… gitu”
”gimana?”
“aduh gimana ya? Ya gitu deh. Semacam anak bandel,
nakal, ya gitu gitu lah” kata agni sedikit frustasi dengan pertanyaannya
sendiri.
“sering bikin ulah?” Tanya Alvin. Agni mengangguk
cepat. Menurut agni kurang lebih ya mungkin seperti itu.
“ngga juga kok” kata Alvin sambil tersenyum.
“masa sih?” Tanya agni sedikit tak percaya. Alvin
mengangguk dan kemudian mengetik lagi.
“terus, kalo misalnya dia lagi bikin ulah,
emangnya gak ada guru yang negur dia ya?” Tanya agni. Alvin terlihat
menggeleng.
“satupun?” Tanya agni lagi.
“dulu sempet ada sih. Tapi percuma. Malah yang ada
makin ribet”
“kok gitu?”
“gue juga gatau. Yang jelas cakka gak suka kalo
urusannya dicampuri orang lain”
“tapi kok tadi lo berani ngadepin dia?”
“udah jadi kewajiban gue” jawab Alvin.
“sebagai ketua osis?”
Alvin sedikit mengerutkan keningnya.
“kurang lebih ya mungkin begitu lah” kata
Alvin. Agni hanya manggut-manggut mendengarnya.
“eh, lo dari tadi lagi ngetik ya? Ngetik apaan sih?”
Tanya agni yang baru menyadarinya. Alvin mengerutkan keningnya lagi kemudian
diapun tersenyum. Ya ampun agni kemana saja dikau?
…
Langit sudah mulai gelap. Sementara cakka baru saja
sampai dirumahnya. Ia sedikit terlonjak begitu seseorang dari dalam membukakan
pintu untuknya. Nafasnya sedikit tersendat begitu mengetahui siapa yang kini
telah berdiri dihadapannya. Rahangnya sedikit mengeras sedangkan tangannya
terlihat mengepal dengan kencang.
“dari mana aja lo? Kenapa baru pulang?” tanyanya.
“gue mau pulang kapanpun bukan urusan lo!” ucap
cakka dan langsung masuk begitu saja.
“tentu aja jadi urusan gue. Disini gue punya
tanggung jawab penuh atas kelakuan lo”
Langkah cakka terhenti. Kemudian ia berbalik menghadap
Alvin.
“terserah! Gue sama sekali gak peduli. Yang jelas
lo gak ada hak ngatur hidup gue. Ngerti?” ucap cakka hampir penuh penekanan.
“Alvin punya hak penuh untuk hal itu cakka nuraga”
tiba-tiba terdengar suara seseorang yang muncul dihadapan cakka begitu ia
berbalik kembali.
“ayah?” gumam cakka.
“justru seharusnya kamu bisa nurut bahkan
mencontoh dia. Tidak berkelakuan seenaknya seperti ini” ucap orang itu –ayah
cakka-.
“gak akan pernah, yah! Cakka gak akan mau
mencontoh pecundang kaya dia”
“jaga omonganmu cakka!”
“kenapa? Dia emang pecundang, kan?”
“Cakka!!” ayah cakka mulai menaikan nada
bicaranya.
“apa?” sahut cakka datar.
“Alvin itu saudara kamu!”
“tapi dia pecundang!” entah mengapa begitu penuh
kebencian yang terpancar dari mata cakka saat itu.
“CAKKA!!”
Plaaakkk…
Sudut bibir cakka terlihat berdarah. Ia mengusapnya
dengan kasar. Sungguh, ini adalah puncak dari amarahnya. Rahangnya mengeras.
Tangannya mengepal dengan kencang hingga bergetar seakan seluruh emosinya akan
membuncah saat itu juga. Ia bersumpah dalam hatinya ini adalah kejadian yang
tak kan pernah ia lupakan.
Alvin tercengang menyaksikan itu semua. Ingin rasanya ia
membantu cakka. Tapi ia tau itu tidak mungkin. Cakka tidak akan pernah mau
menerimanya.
Demi tuhan, itu adalah amarah. Emosi yang kalut hingga
dengan sampai hati sang ayah melayangkan tamparan pada cakka. Dia tau itu bukan
hanya akan membekas pada raga, melainkan juga hati putranya.
Nafas cakka benar-benar memburu. Dia memang tidak akan
membalas semuanya. Ia masih sadar siapa yang baru saja menamparnya itu.
Ayahnya. Namun rasa kecewa itu tetap saja bersemayam didalam hatinya. Bahkan
kini semakin bertambah setelah kejadian beberapa detik itu. Dia membalikan
badannya. Ia tidak tahan jika harus berlama-lama lagi disini. Ia langkahkan
kakinya kearah pintu. Sesaat begitu melewati Alvin, cakka terlihat membisikan
sesuatu ditelinga Alvin.
“udah puas kan lo Alvin jonatahan?” bisik cakka
sinis.
“gue gak berharap itu terjadi. Gue minta maaf,
kka” ucap Alvin pelan. Tapi cakka berlalu begitu saja. Beberapa menit kemudian
cakka sudah pergi dengan membawa motornya.
…
Agni tergopoh-gopoh begitu ia sampai didepan kelasnya.
Sebisa mungkin ia memberanikan dirinya untuk memasuki ruangan kelasnya yang
kini sudah tak berpenghuni dan gelap gulita. Sepanjang perjalanan ia tak
henti-henti mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana bisa handphonenya tertinggal
begitu saja dilaci mejanya saat jam pelajaran telah berakhir siang tadi. Dan
lebih parahnya ia baru menyadari hal itu 25 menit yang lalu padahal bukankah
tadi sepulang sekolah ia sempat ngobrol lama dengan Alvin. Dasar ceroboh.
Sedikit ragu agni memasukinya. Takut-takut kalau ada
sejenis makhluk ghaib yang mengejutkannya. Lebih bagus kalau makhluk ghaib itu
memberinya kejutan hadiah seperti surprisse party, tapi kalau kejutan
menyeramkan siapa yang mau.
“kenapa tadi gue gak minta anter pak satpam aja
ya? Tau gini, parno sendiri kan gue” kata agni yang masih berusaha mencari
barisan tempat duduknya.
“yess!! Ketemu!!” serunya setelah berhasil
mendapatkan apa yang dia cari.
Kali ini agni menyorotkan cahaya yang dihasilkan dari
layar handphonenya ke segala sisi tembok untuk mencari keberadaan stopkontak.
Tetapi tak kunjung ia temukan.
“lah? Hp kan udah ketemu. Kenapa gue baru mau
nyalain lampu? Ah bego ya gue. Stupid abis” rutuk agni.
“lo baru nyadar kalo elo bego? Kemana aja?”
tiba-tiba saja ada suara seseorang dibelakang agni.
“siapa tuh?” Tanya agni. Jantungnya langsung
memompa lebih cepat. Agni membalikan badannya. Tapi tak ada siapapun. Ia terus
menyorotkan layar handphonenya kesegala arah. Tetap tidak ada siapapun.
Detik berikutnya…
“Arrrggghhhhhhhhh!!!!! Om hantu jangan apa-apain
gue. Please!!!!” ratap agni sambil menutup matanya.
“kenapa sih lo? Gue disini” suara itu kembali
terdengar. Dari sudut.
“kok gue kaya kenal ya suaranya?” gumam agni
mencoba membuka matanya.
“loh? Cakka?” lanjut agni begitu mendapati
seseorang sedang duduk dibawah sambil menyender disalah satu sudut.
“lo cakka kan?” Tanya agni lagi.
“lo udah lupa sama gue?” ucapnya dingin.
“lo lagi ngapain disini?” Tanya agni.
“bertapa” jawab cakka asal.
“ih dasar sinting lo! Udah yuk ah pulang. Ngapain
malem-malem disini. Ada hantu, baru nyaho lo” ajak agni.
“tenang. Hantunya udah jadi best friend gue kok”
“emang udah gila lo ya! Tau ah mending gue pulang”
kata agni hendak melangkah keluar.
“ehh, mau kemana lo? Sini! Temenin gue dulu!” kata
cakka.
Agni menoleh dan melihat cakka sedang menepuk-nepuk
lantai sebelah kanannya. Sebenernya agni rada parno sama cakka. tapi akhirnya
ia menurut juga walaupun ia hanya memilih duduk didepan cakka. tapi itu tak
masalah buat cakka yang penting agni mau menemaninya sebentar.
Agni sedikit bingung melihat tampang cakka yang
semrawutan. Rambutnya juga acak-acakan. Mana seragamnya kucel. Dari
penglihatannya, agni sudah bisa menduga kalau cowok dihadapannya ini sedang ada
masalah. Apalagi saat melihat sudut bibir cakka. Meskipun tidak terlalu
keliatan tapi agni yakin bahwa itu darah dan sudut bibirnya agak sedikit lebam.
“itu kenapa, kka?” Tanya agni hati-hati sambil
menunjuk sudut bibir cakka.
“ini?” Tanya cakka sambil mengusap sudut bibirnya.
Agni mengangguk pelan.
“gue mau ngasih tau lo. Tapi setelah itu, lo mesti
gue bunuh!” kata cakka dingin. Agni langsung tercekat mendengarnya. Hampir saja
dia kejengkang kebelakang. Cakka hanya tertawa geli melihatnya. Agni malah
manyun dibuatnya.
“bilang aja lo gak mau cerita! Gak usah
bunuh-bunuh segala” kata agni.
“iya iya. Lagian gue males bahas itu. Tanya yang
lain aja” jawab cakka.
“sebenernya lo ada apa sih sama Alvin?” Tanya
agni.
Cakka mengerutkan keningnya.
“apa abis ini gue mesti dibunuh juga?” Tanya agni
lagi.
“si ketos udah curhat apa aja sama lo?” Tanya
cakka dingin.
“gak cerita apa-apa. Makanya gue nanya sama lo”
jawab agni. Cakka hanya mendengus.
“kenapa?”
“Tanya yang lain aja deh. Gue juga males bahas
yang itu” kata cakka memalingkan wajahnya.
“ya udah. Terus sekarang mau ngapain? Mau ngajak
gue bertapa?” Tanya agni kesel.
“enaknya malem-malem gini ngapain ya kalo
berduaan?” kata cakka sambil mendekatkan wajahnya pada agni. Wajah agni
langsung memerah seperti udang rebus. Mata mereka beradu saat itu. Jantung agni
berdegup dua kali lebih cepat dari sebelumnya.
“lo… mau ngapain?” Tanya agni gugup.
“lo pikir gue kaya gini mau ngapain?” kata cakka
yang malah menggodanya.
“huaaaaa…. Jangann!!!” teriak agni yang langsung
menutup mulutnya. Seketika cakka malah terbahak dan menarik wajahnya kembali.
“kenapa lo ketawa?” Tanya agni kesal.
“muka lo lucu abis tauga!? hahaha” kata cakka yang
terus meledeknya.
“apaan sih lo? Gak lucu!!”
“Hahaha…!!!”
“cakka! kenapa sih lo suka banget godain gue?!!”
“salah sendiri muka lo imut” ucap cakka sambil
menggerling nakal.
“lama-lama disini gue parno beneran kayanya sama
lo!!” kata agni semakin cemberut dibuatnya. Sementara Cakka menarik nafasnya
setelah ia puas tertawa.
“kenapa lo gak pacaran aja sama pujaan hati lo
itu? Apa jangan-jangan udah jadian ya?” entah kenapa pertanyaan itu keluar
begitu saja dari mulut cakka. agni agak heran mendengarnya.
“siapa?”
“si ketos lo itu”
“Alvin?” Tanya agni yang pura-pura telmi. Cakka
hanya berdecak mendengarnya.
“emangnya kenapa?”
“bukannya udah akrab?” kata cakka. sedikit
terdengar sinis.
“akrab bukan berarti harus pacaran kan?” kata
agni. Cakka terdiam. Lagipula kenapa juga dia harus bertanya seperti itu? Ah
bego.
“lagian gue belom pernah mau pacaran. Sampe
sekarang” lanjut agni.
“berarti lo belom pernah pacaran?” Tanya cakka.
agni mengangguk semangat.
“pantes aja kaku banget tadi. Pacaran aja belom,
gimana ciuman” kata cakka setengah meledek.
“apa salahnya belom pernah pacaran?”
“heyy lo udah kelas berapa sekarang? Masa belom
pernah pacaran. Jangan-jangan gak pernah ngerasain jatuh cinta sampe sekarang”
“enak aja! Gue pernah kok jatuh cinta. Tapi gue
itu belom mau. Lagian tau apa lo soal pacaran? Kaya yang udah ahli aja”
“lo gatau gue?”
“emangnya lo kenapa?”
“gue udah gak perjaka karna cinta” jawab cakka
enteng.
‘omaigat! Jadi selama ini cakka… ya ampun’ batin
agni tidak percaya. Mukanya berubah pucat.
“lo serius, kka?” Tanya agni. Cakka terdiam.
Hening beberapa saat.
Detik berikutnya…
“HUAHAHAHAH!!”
Seketika cakka malah terbahak kembali. Malah kali ini ia
sampai terpingkal-pingkal dibuatnya. Agni menyipitkan matanya.
“lo kenapa sih?” Tanya agni.
“sumpah lo itu satu-satunya cewek terlugu yang
pernah gue temuin. Atau jangan-jangan lo emang bego lagi. Mau-maunya gue
boongin” kata cakka dengan sisa-sisa tawanya.
“gak lucu!!” kata agni seraya bangkit dari
duduknya. Dia berdiri dihadapan cakka sambil melipat kedua tangannya didada.
“terserah lo mau bilang gue apaan. Yang jelas
tadi itu gak lucu!” ucap agni.
“dih kok jadi marah sih?” Tanya cakka. agni malah
memalingkan wajahnya. Cakka mentap wajah agni sambil mengerutkan keningnya.
Kali ini agni benar-benar berusaha untuk tidak
ditertawakan cakka lagi. Satu-satunya cara yaitu: PURA-PURA NGAMBEK!
Sepuluh detik agni bertahan memalingkan wajahnya. Tapi
tiba-tiba perutnya tidak ikut berkompromi. Sebelum kesini, tadi agni memang
belum sempat makan malam. Dan sekarang dia lapeeeerrrrrrrr!!!!
Cakka yang mendengar suara-suara aneh yang keluar dari
perut agni sontak kembali tertawa. Apalagi saat melihat muka agni yang menahan
malu darinya.
“terus aja ketawa! Puas banget sih lo?”
“bangett!! Hahaha”
“udah ah pulang yuk?” ajak agni sambil mengulurkan
tangannya.
Cakka menoleh kemudian meraih tangan agni dan langsung
menumpukan berat badannya pada tangan agni begitu ia berdiri. Agni yang belum
siap, tak sengaja tertarik dan menghimpit tubuh cakka kearah tembok. Wajah
mereka hampir saja beradu. Dan kali ini jantung agni seolah ingin lompat-lompat
keluar. Untuk beberapa detik mereka tetap bergeming.
“lo harus makan dulu” bisik cakka kemudian tepat
ditelinga agni. Setelah itu dia berlalu melewati agni yang masih saja
bergeming. Sesaat, kuping agni serasa panas dibuatnya. Tapi entah kenapa dia
begitu senang mendengar ucapan itu.
“katanya mau pulang?” teriak cakka yang baru
menyadari saat agni tidak mengikutinya. Agni langsung senyum-senyum gak jelas
sambil berlari kearah cakka dan mendahuluinya berjalan. Sedangkan cakka hanya
menautkan alisnya karena heran.
---
Sinar matahari pagi yang menyorot dari jendela
membangunkan cakka saat itu.. Sebentar ia regangkan otot-ototnya. Lantai
diruang kelasnya memang tidak cocok untuk dijadikan tempat tidur. Seragam
bagian punggungnya terlihat begitu kotor. Begitupula dengan celananya. Tapi
namanya juga cakka, mana peduli dia akan mengenakan apa saat jam pelajaran
nanti. Kemudian dia beralih duduk ditempat duduknya. Ia tersenyum mengingat
kejadian semalam. Setelah mengantar agni sampai gerbang, dia kembali dan tidur
dikelas ini. Tadinya ia akan mengajak agni makan kalau saja agni tidak
memutuskan untuk langsung pulang malam itu Ternyata itu memang bukan mimpi.
“cakka!” teriak seseorang dari pintu kelas. Gadis
itu terlihat melambaikan tangannya. Cakka tersenyum menyambutnya.
“gue yakin lo bakal tidur disini. Jadi gue sengaja
dateng pagi-pagi buta kaya gini buat bawain lo sarapan” kata agni begitu ia
duduk dihadapan cakka. ia mengeluarkan kotak makannya dan ia letakkan diatas
meja yang berada dihadapan mereka berdua.
“buat lo” kata agni sambil tersenyum.
“lo gak makan?”
“gue udah sarapan kok dirumah. Itu khusus buat lo”
Cakka mengambilnya dan membuka tutup kotak makanan yang
berornamen hello kitty itu. Tempe goreng dan telor orak-arik beserta nasi
terhidang didalamnya. Cakka menautkan alisnya.
“hehe.. gue gak bisa masak. Jadi yah itu aja yang
gue bisa. Sorry” ucap agni melas. Cakka tersenyum. Begitu tulus.
“makasih ya” kata cakka sambil mengacak-acak
rambut gadis dihadapannya itu.
Tak sampai 5 menit, nasi beserta lauknya sudah habis
tanpa sisa. Cakka begitu lahap menyantapnya. Maklum belum makan dari kemarin.
Agni senang melihat masakannya habis. Tidak sia-sia.
“gimana? Enak ngga?” Tanya agni penuh harap.
“rasanya emang standar. Tapi lumayan bikin
kenyang” jawab cakka yang sempat membuat agni memanyunkan bibirnya kalau saja
ia tak menambahkan kalimat terakhir.
“lo bawain gue makan, tapi kok gak bawain gue
minum sih?” Tanya cakka kemudian.
“oh iya!” kata agni yang baru menyadarinya.
Kemudian ia menggeledah isi tasnya dan mengeluarkan tempat air minum miliknya.
Tidak lama-lama cakka merebutnya dan langsung menenggaknya samapi habis. Agni
sampe melongo dibuatnya.
“santai aja kali. Itu kan emang buat lo” kata
agni. Tapi cakka sama sekali tak menggubrisnya.
“eh, baju lo kotor gitu. Gak bawa ganti?” Tanya
agni. Cakka melirik punggungnya kemudian membuka satu persatu kancing
kemejanya.
“eh lo mau ngapain?” Tanya agni.
“ganti baju. Gak usah parno gitu deh” jawab cakka
sambil melepas kemejanya itu.
“ya ampun” agni malah sibuk sendiri menutup
wajahnya dengan kedua tangannya.
“kenapa sih lo? Santai aja. Gue Cuma ganti kemeja
kok” kata cakka sambil membongkar loker miliknya.
“lagian lo ganti baju disini. Di kamar mandi kan
bisa” gerutu agni.
“yaelah ribet amat sih lo” kata cakka sambil
mengancingkan kancing terakhir kemajanya dan beralih duduk ditempatnya semula
agni. Sementara agni tetap saja menutup matanya.
“lo kok lama banget ganti kemeja doang?” Tanya
agni.
“gue udah selesai dari tadi kok” jawab cakka yang
kini tepat mendekatkan wajahnya dengan wajah agni. Agni menurunkan tangannya
dan membuka matanya perlahan. Nafasnya tiba-tiba saja tertahan begitu mendapati
wajahnya tidak berjarak lagi dengan wajah cakka.
“cakka?” bisik agni. Cakka menautkan kedua
alisnya.
Perlahan agni mengelus sudut bibir cakka. lukanya sudah
mengering. Tapi masih berbekas. Masih lebam. Entah apa yang agni rasakan saat
itu. Mata itu. Tidak bisa ia tebak. Melihat mata cakka, ia menemukan sejuta
pertanyaan.
Cakka meraih tangan agni lembut. Semoga saja luka itu
cepat hilang dengan sentuhan tulus agni. Hanya itu yang bisa ia harapkan.
“gue obtain ya?” tawar agni.
Cakka menggeleng. Ia menurunkan tangan agni dengan
lembut.
“gue udah sembuh kok. Udah ada bidadari yang
ngelus luka gue” ucap cakka sambil tersenyum.
Entah itu gombalan atau apa agni tidak peduli. Pagi ini
hatinya begitu bahagia. Apakah cinta itu ada pada cakka? entahlah.
“kalian berdua ngapain hari gini udah disekolah?”
tiba-tiba terdengar seseorang yang berteriak dari arah pintu kelas.
Cakka dan agni menoleh. Ternyata suara itu adalah suara
Zahra. Cakka tiba-tiba beranjak dari duduknya dan berjalan keluar kelas.
“bukan urusan lo” kata cakka begitu ia melewati
Zahra. Zahra terdiam. Sementara cakka terus saja berlalu.
“kita gak ngapa-ngapain kok, ra” jelas agni.
“diem lo! Gue gak butuh penjelasan dari lo” ucap
Zahra kemudian pergi. Agni yang mendengarnya hanya menghela nafas gusar.
…
“semoga kehadiran lo bisa ngerubah semuanya, ag”
ucap seseorang yang memang sedari tadi bersembunyi dan menyaksikan semuanya
lewat sisi jendela.
Laki-laki itu tak mengeluarkan banyak kata dalam
persembunyiannya. Hanya sebuah harapan. Setelah itu ia pergi menuju kelasnya.
***
Hari itu adalah hari terakhir ia bertemu dengan cakka,
karena sebelumnya ia memang sudah merencanakan untuk pindah ke paris. Ia tau
itu adalah satu-satunya jalan untuk melupakan cakka. meskipun tidak terlalu
yakin disana ia bisa melupakan cakka, setidaknya Jakarta-Paris terpisah dengan
jarak yang jauh. Dan semoga saja hal itu sedikit bisa membantunya.
Meskipun penerbangannya ke paris dijadwalkan jam 15.00,
tapi barang-barang miliknya sudah terpacking sejak tadi malam. Dan rencana dia
sebelum berangkat adalah menemui seseorang. Bagaimanapun caranya, dia harus
bertemu dengan orang itu.
…
Agni sempat heran, begitu ia keluar gerbang tiba-tiba
dirinya sudah disambut sebuah jazz merah milik seseorang. Ia kira pemilik mobil
itu salah orang, tapi ternyata perkiraannya yang meleset. Gadis cantik pemilik
mobil itu mempersilahkannya untuk masuk. Agni menurut saja. Dan tak berapa lama
kemudian sampailah mereka disini. Café momento (?)
“shilla” ucap gadis itu sambil mengulurkan
tangannya.
“agni” ucap agni sambil menyambut uluran tangan
shilla. Sepertinya agni pernah melihat gadis cantik ini. Tapi ia lupa dimana.
“gue sengaja pengen ketemu lo. Mungkin lo gatau
gue. Tapi setidaknya gue tau lo karna cakka” ucap shilla lembut.
‘cakka?’ sepertinya agni sudah bisa mengingat
siapa gadis ini.
“lo bukannya pacar cakka ya?” Tanya agni ragu.
Shilla tersenyum.
“itu dulu” jawab shilla.
“udah putus?” Tanya agni. Mendadak wajah shilla
berubah muram.
“sorry, gue gak maksud…” ucap agni kemudian yang
menyadari perubahan air muka shilla.
“gak apa-apa kok. Emang kenyataannya kaya gitu”
kata shilla yang berusaha kembali tersenyum. Agni terdiam sejenak.
“oh iya, emangnya lo ada perlu apa mau ketemu sama
gue?” Tanya agni.
“gue titip cakka ya sama lo? Cuma lo yang gue
percaya” pinta shilla.
“loh? Kenapa jadi gue?” Tanya agni heran.
“karna gue sadar, lo satu-satunya orang yang bisa
ngerubah cakka. Gue mohon supaya lo mau ngebantu dia”
“kenapa mesti gue?” Tanya agni lagi.
“apa gue mesti kasih tau semuanya dulu baru lo
mau?” Tanya shilla. Agni mengangguk ragu. Shilla terdiam kemudian ia menghela
nafasnya.
“Saat itu, ayah gue dan ayah cakka adalah rekan
bisnis. Dan mama gue juga kenal baik sama bundanya cakka. Karna itulah gue
kenal cakka.” shilla memulai prolognya. Sementara agni manggut-manggut tak
mengerti mendengarkannya.
“waktu itu kita masih kelas dua smp. Gue, cakka
sama Alvin sekolah disekolahan yang sama”
“Alvin?” gumam agni. Shilla mengangguk.
“meskipun Alvin sama cakka itu masuk sekolah
ditaun yang sama, tapi Alvin itu kakaknya cakka.“ kata shilla. Agni sedikit
bingung mendengarnya.
“gak berapa lama dari itu, gue denger kabar kalo
ternyata orangtua mereka pisah.” Lanjut shilla. Agni mengerutkan alisnya
semakin heran.
“Alvin tetap tinggal dengan ayahnya, sementara
cakka ikut bundanya tinggal dibandung. Mulai dari situ, gue jadi gak pernah
lagi ketemu cakka sampai akhirnya setahun kemudian cakka balik lagi ke Jakarta
dan tinggal bersama ayahnya” shilla menyeruput cappuccino miliknya. Agni tetap
setia menjadi pendengarnya meskipun pikirannya sibuk mencerna semua cerita
shilla.
“sejak saat itu sikap cakka bener-bener berubah.
Gue rasa penyebabnya adalah kepergian bundanya.”
“emang bundanya pergi kemana?” Tanya agni.
“waktu itu, gue bener-bener bingung saat Alvin dan
ayahnya tiba-tiba pergi ninggalin acara kelulusan disekolah. Pas gue tanya sama
mama, ternyata bunda mereka kecelakaan. ” agni sedikit tercekat mendengarnya.
“jadi itu sebabnya cakka kaya gini?” Tanya agni.
“itu setau gue. Karna sejak itu keluarga gue
jarang bertemu lagi dengan ayah mereka. Mungkin karna sama-sama sibuk sama
kerjaan. Gue juga gak masuk di SMA yang sama dengan mereka. Tapi walaupun
begitu gue masih sering kerumah mereka. Gue prihatin sama keadaan cakka, begitu
pula Alvin. Gue tau berada di posisi mereka pasti sangat berat. Apalagi cakka,
dia itu yang paling deket sama bundanya.”
“Pasti cakka ngerasa kehilangan banget karna
bundanya harus pergi” ucap agni. Shilla mengangguk pelan.
“jadi, lo mau kan jagain cakka? gue rasa dia gak
akan sedingin ini lagi kalo sama lo”
“tapi, gue…”
“gatau kenapa perasaan gue bilang, sebenernya
cakka itu butuh seseorang. Dan sayangnya itu bukan gue” kata shilla.
“gue harap itu elo, ag” lanjutnya sambil
tersenyum.
---
Setelah bertemu dengan shilla siang tadi, kepala agni
sedikit pusing. Isi otaknya serasa semrawutan. Bagaimana tidak? Shilla telah
mempercayakan dirinya untuk menjaga cakka. Sementara dalam kenyataannya, dia
kenal dengan cakka saja baru beberapa bulan yang lalu, bagaimana bisa shilla
percaya padanya?
“non agni! Makam malamnya udah siap, non” teriak
bibi dari luar kamarnya. Agni yang saat itu sedang mengacak-ngacak rambutnya
menyahut sebentar.
“ayah sama bunda udah pulang, bi?” Tanya agni.
“belum, non. Katanya lembur” jawab bibi.
“selalu aja lembur. Kapan ada waktunya buat gue?”
gerutu agni yang melanjutkan aktivitasnya kembali. Mengacak-ngacak rambutnya.
“mau makan sekarang gak, non?” Tanya bibi lagi.
“bibi makan duluan aja. Agni gak nafsu” teriak
agni dari dalam kamarnya.
‘AARRRGGHHHH!!!’
Saat ini agni benar-benar bingung harus berbuat apa.
Mengurusi hidupnya saja agni sudah tak bersemangat, apalagi hidup orang lain.
***
“AGNIII!!!!” teriak via sambil menggedor-gedor
pintu kamar agni.
“banguunnn!!! Dasar kebo! Mau berangkat jam berapa
lo?” teriak via lagi.
“berisiiikkkkk!!” teriak agni yang menutup
kupingnya dengan bantal.
“kebo! Ini tuh udah jam setengah tujuh” teriak
via. Agni langsung terkesiap. Begadang semalaman ternyata tidak bermanfaat
sedikitpun untuknya. Dan sekarang ia malah bangun kesiangan.
“TUNGGUIN GUEEE!!!” teriak agni.
…
“untung gue jemput elo. Ternyata feeling gue gak
salah” kata via sambil menggigit roti isinya.
“buruan berangkat. Bentar lagi telat nih” kata
agni yang sibuk memakai dasi.
“lo gak sarapan dulu?” Tanya via.
“gak sempet! Buruan ah!” kata agni yang menjinjing
sepatu ketsnya kedalam mobil via.
“eh tungguin dong!” kata via berlari setelah
menegak segelas susu hangat dimeja makan agni.
“lo mandi dulu gak sih, ag?” Tanya via sambil
memasuki mobilnya.
“cepetan jalan! Pelajaran pertama pak duta nih”
gerutu agni. Tak banyak bertanya lagi via langsung menuruti perintah agni.
…
Tepat bel masuk berdering, agni dan sivia sampai
disekolahnya. Mereka berpisah menuju kelasnya masing-masing. Agni sedikit
tergopoh-gopoh berlari menuju kelasnya. Dalam hati ia berharap dirinya bisa
masuk kelas lebih awal dari pak duta. Karna kalau sampai dia masuk telat
sedikit saja, dia tidak tau hukuman apa yang akan ditanggungnya.
Harapan agni sia-sia begitu melihat dari kejauhan pak
duta sudah memasuki kelasnya. Kini ia tidak tau harus bagaimana. Yang jelas ia
tidak mungkin mengikuti jejak cakka yang memang sering bolos pelajaran pak
duta. Mau tak mau ia langkahkan kakinya menuju pintu kelas.
“dari mana saja kamu?” sergah pak duta yang sudah
berdiri dihadapannya begitu agni hendak mengetuk pintu. Agni yang daritadi
menunduk tersentak.
“maaf, pak. Kesiangan” jawab agni pelan.
“coba liat buku tugas kamu” pinta pak duta.
“buat apa, pak?”
“bukannya kamu kesiangan karna semalaman
mengerjakan PR yang bapak kasih minggu lalu? Apa sudah selesai, agni?” Tanya
pak duta.
DEGG!
Sebenarnya agni bisa saja bebas dari hukuman pak duta
jika ia berhasil menunjukan bukti kalau dia sudah mengerjakan tugasnya, tapi
apa daya ingat ada PR saja tidak, bagaimana mungkin ia sudah mengerjakannya.
“sa.. saya lupa, pak” jawab agni sambil menundukan
kepalanya.
“Dengar ya agni tri nubuwati, bapak peringatkan
sama kamu. Tidak ada toleransi terhadap anak murid yang tidak disiplin waktu
seperti kamu. Apalagi ditambah melalaikan tugas. Mau jadi generasi seperti apa
kamu ini” ceramah pak duta.
“tapi, pak…”
“sudah.. sudah.. sekarang kamu berdiri ditengah
lapangan sambil memberi hormat pada tiang bendera sampai jam pelajaran bapak
selesai. Mengerti, agni?” tegas pak duta. Agni mengangguk lemah.
…
“haduuhh apes banget sih gue hari ini. Udah telat,
lupa ngerjain peer, ujung-ujungnya kena hukuman” gerutu agni yang kini sedang
menjalani hukumannya.
“tangan gueee… keram banget ini. Kenapa belum
selesai juga sih??” keluh agni lagi. Baru saja ia berdiri beberapa menit,
pelipisnya mulai berpeluh karena teriknya matahari pagi.
“jam berapa sih ini? Mataharinya kok panas banget
ya? Jangan-jangan udah waktunya pulang”
“baru juga jam 8 kok. Dan kita masih harus berdiri
disini kira-kira sekitar 30 menit lagi” kata seseorang yang kini berdiri
disamping agni.
“cakka? ngapain lo?” Tanya agni heran melihat
cakka malah berdiri disampingnya dan ikut memberi hormat pada tiang bendera.
“lagi dihukum juga” jawab cakka santai.
“ada gitu guru yang ngehukum elo? Perasaan lo
bolos juga, guru fine-fine aja kayanya” ucap agni.
“itu sih terserah mereka. Yang jelas sekarang gue
dihukum. Buat nemenin elo.” Ucap cakka. Agni yang mendengarnya sedikit tak
percaya. Selama beberapa menit ia terdiam. Ia tak tau harus menyikapi keadaan
ini seperti apa. Dia terlalu bingung.
Hampir 20 menit cakka dan agni berdiri dalam diam.
Keringat mereka sudah bercucuran. Pelajaran pak duta tak kunjung selesai. Entah
berapa lama lagi agni harus berdiri dia tidak tau. Tiba-tiba saja kepalanya
menjadi pusing. Pandangannya juga sedikit kabur. Ia merasa tenaganya hilang.
Badannya sedikit limbung. Cakka kaget begitu melihat agni yang seperti tak kuat
lagi menopang tubuhnya. Dengan cepat cakka merengkuhnya.
“lo gak apa-apa, ag?” Tanya cakka. Agni yang
setengah sadar menggeleng pelan.
“ke UKS aja ya?” tawar cakka. agni menggeleng
lagi.
“lo kayanya sakit. Muka lo pucet gitu” kata cakka.
“gue gak apa-apa. Cuma pusing doang” kata agni
pelan sambil mengurut keningnya.
“udah deh. Mending lo ikut gue! Yuk!” ajak cakka.
agni yang sudah tidak ada tenaga untuk menolak hanya menurut saja begitu
tubuhnya dengan perlahan dituntun oleh cakka.
“lo tunggu bentar disini. Jangan kemana-mana. Oke”
kata cakka begitu mereka sampai dikursi yang berada tepat dibawah pohon tepi
lapangan. Kemudian ia berlalu. Agni duduk dikursi itu sambil menunggu
kedatangan cakka kembali.
Tak berapa lama kemudian cakka kembali sambil membawa
sebungkus roti dan sebotol air mineral ukuran sedang. Agni sedikit bingung
melihatnya.
“nih. Dimakan” suruh cakka sambil menyodorkan roti
tersebut. Agni mengerutkan keningnya.
“tadi dikantin gue bingung mau beliin lo apa.
Jadinya gue Cuma beli roti buat lo.” Ucap cakka. agni masih terdiam.
“kenapa? Lo alergi sama roti?” Tanya cakka. agni
menggeleng.
“ya udah dimakan! Kenapa lo diem aja” kata cakka
yang sudah tak sabar. Agni meraih roti itu ragu. Lalu cakka duduk disampingnya.
“apa perlu gue yang bukain kemasannya?” Tanya
cakka yang hampir kesal.
Agni tidak tau kenapa ia jadi banyak bengong seperti ini.
Yang jelas ia heran kenapa cakka punya inisiatif membelikannya roti dan minum.
“sini! Cuma buka kemasan roti doang masa lo gak
bisa sih?” kata cakka sambil merebut roti itu dari tangan agni dan membuka
kemasannya.
“gue Cuma bingung aja.” Kata agni.
“gak usah bingung kalo Cuma makan roti beginian.
Tinggal buka kemasannya terus lo makan. Nih!” ucap cakka yang tidak mengerti
maksud dari ucapan agni tadi. Ia tarik tangan agni dan mengepalkan roti itu
pada jemari agni.
“tapi, kka…”
“gue gak mau tau. Selama lo sama gue, lo mesti
makan. Lo ngga bisa ngebiarin kondisi lo kaya gini” kata cakka. agni kembali
terdiam.
“selama apapun lo makan, gue bakal nunggu sampe
roti itu abis” lanjut cakka.
Agni memandangi roti itu ragu. Kemudian dengan perlahan
ia menggigit sedikit demi sedikit dan mengunyahnya pelan. Tenggorokannya
kering, sedikit sulit untuk menelan roti yang telah dikunyahnya. Pandangan
cakka sama sekali tak lepas dari wajah agni. Ia terus memperhatikan gadis
disampingnya itu.
“telen, ag. Telen” ucap cakka.
Dalam hati, agni jadi gusar sendiri mendengarnya. Tapi
entah kenapa ia sangat senang diperhatikan oleh cakka. Anak ini kalau sudah
perhatian ternyata berlebihan.
“gue mau minum. Tenggorokan gue kering. Mana bisa
nelen” kata agni yang sudah susah payah menelan kunyahan pertama. Cakka
memberikan air yang tadi dibelinya. Tak lupa ia buka terlebih dahulu tutup kemasannya.
“thanks ya, kka” ucap agni setelahnya. Cakka
mengangguk. Kemudian agni kembali melanjutkan makannya. Begitu pelan.
“apa lo gamau bantuin gue?” Tanya agni. Cakka
mengerutkan keningnya. Begitu mengerti apa maksud agni, ia merebut roti itu
dari tangan agni dan membaginya menjadi dua. Satu bagian untuknya dan satu
bagian lagi untuk agni.
“gue bantuin, kok” ucap cakka yang langsung
melahap habis roti bagiannya tadi. Agni hanya tersenyum melihatnya. Apa ini
mimpi?
…
“heh, kenapa lo senyum-senyum sendiri? Tadi pagi
gak telat kan?” Tanya via saat jam istirahat yang mendapati agni dikoridor
depan kelasnya.
“telat. Malahan tadi gue dihukum” jawab agni yang
masih senyum-senyum gak jelas.
“sama pak duta? Dihukum apa lo sama dia?” Tanya
via yang menyamakan kembali langkahnya dengan agni.
“berdiri tengah lapang sambil hormatin tiang
bendera” jawab agni.
“terus kenapa lo jadi senyum-senyum gini abis
dihukum?”
“gue seneng” ucap agni dengan senyumnya yang
merekah-rekah.
“gila lo ya, ag? Masa abis dihukum malah seneng?”
Tanya via heran.
“soalnya gue gak sendiri dihukumnya” kata agni.
“ditemenin sama siapa lo?”
“cakka”
“hah? Kok bisa?” Tanya via. Agni mengangkat
bahunya.
“terus gimana?”
“gak gimana-gimana. Abis itu kita Cuma makan roti
bareng di bawah pohon” kata agni kembali tersenyum sambil menerawang kejadian
tadi pagi.
“sok so sweet banget lo! Jangan-jangan lo suka ya
sama cakka?” selidik via. Agni menghentikan langkahnya.
“masa sih?” Tanya agni.
“menurut lo?” Tanya via balik. Agni mengangkat
bahunya kemudian berjalan kembali,
“gatau. Yang jelas hari ini gue seneng” ucap agni.
Via hanya menghela nafas sambil menggeleng heran.
“hai, vin” sapa agni ceria begitu melewati pintu
masuk ruang osis. Via tambah heran. Ragu-ragu ia memasukinya. Alvin yang sedang
membaca buku hanya menyapa dengan senyum.
“ngapain lo kesini, ag?” bisik via pada agni.
“oh iya, vin. Kenalin, ini via! Temen sekaligus
sodara gue” kata agni.
“hai, via. Elo… ketua ekskul madding itu ya?”
Tanya Alvin ramah.
“hah? Ohh.. iya, vin” jawab via agak gugup. Kok
Alvin bisa tau ya?
“salam kenal” ucap Alvin. Via mengangguk tersenyum
sambil mencoba bersikap santai.
“elo… emang sering disini ya? Pantesan jarang
keliatan kalo istirahat” kata via sambil mengedarkan pandangannya. Alvin hanya
tersenyum mendengarnya.
“ternyata nyaman juga ruangannya. Baru sekarang
gue masuk ruangan ini” kata via.
“besok bisa kok sering-sering kesini kalo lo mau”
kata Alvin.
“emangnya boleh?” Tanya via.
“emangnya pernah ada yang bilang gak boleh, ya?”
Tanya Alvin balik.
“ngga juga sih, inikan ruangan khusus”
“kalo begitu lo udah termasuk orang khusus yang
boleh masuk kesini” kata Alvin sedikit bergurau. Via tersenyum.
“eh, agni kenapa sih? Kok dari tadi diem sambil
senyum-senyum gitu?” Tanya Alvin yang baru menyadari agni yang tengah duduk
disalah satu kursi.
“tau tuh. Lagi kasmaran. Abis makan roti bareng”
ledek via yang tengah sibuk melongok kearah luar jendela. Alvin mengerutkan
keningnya.
“apaan sih lo, vi. Nggak kok, vin. Gue gak
kenapa-napa” kata agni.
“eh, siapa lo? Ngapain disitu ngintip-ngintip
segala?” teriak via tiba-tiba begitu mendapati seorang murid laki-laki tengah
mengintip dari jendela.
“ma.. ma’af, kak. Saya Cuma disuruh. Sumpah, kak”
cicit orang itu.
“disuruh sama siapa lo?” desak via.
…
“si aldi kok lama, ya?” gerutu goldi yang mewakili
keresahan bossnya.
“Jangan-jangan ketauan lagi” celetuk ray. Cakka
tercekat mendengarnya. Awas aja kalo sampe ketauan.
Dari jam istirahat tadi cakka memang terlihat gelisah.
Walaupun ia sudah mencoba menutupinya dengan bersikap sok cool didepan
teman-temannya, tapi tetap saja ketauan. Akhirnya goldi meminta
persetujuan cakka agar dirinya diperbolehkan menyuruh seseorang menjadi
mata-mata. Cakka yang sudah tak tau harus berbuat apa, hanya mengangguk setuju.
Asalkan semuanya berjalan lancar.
“noh, si aldi” teriak ray.
“loh, kok dia berdua sih?” Tanya goldi heran
begitu melihat aldi yang tengah jalan berdua menuju kearah mereka.
“ahh si aldi goblok nihh. Masa ketauan sih” gerutu
goldi lagi. Sebenarnya ia takut cakka memarahinya. Itu sudah pasti. Ini semua
kan adalah idenya.
“ampun, kak” ucap aldi pelan begitu ia sampai
dihadapan cakka cs.
“tadi udah usaha. Tapi ternyata ketauan. Kak agni
sama kak Alvin gak ngapa-ngapain kok. Disana ada ka sivia juga soalnya” lapor
aldi pada cakka. cakka yang saat itu tengah duduk seolah tak acuh mendadak
kikuk.
“kenapa lo lapor sama gue? Yang nyuruh elo kan si
goldi” ucap cakka dingin. Goldi meringis. Aldi terdiam begitu pula yang
lainnya.
“kalo elo mau tau semuanya, mending lo sendiri aja
yang nyari tau. Gak usah pake mata-mata segala” kata agni tersenyum.
“gak usah geer. Siapa juga yang mau tau? Lagian
bukan gue yang nyuruh si aldi” kilah cakka.
“oh ya? Gue tau kok. Tapi tanpa seizin elo, goldi
ngga mungkin nyuruh aldi. Tapi thanks ya perhatiannya” ucap agni yang berhasil
membuat wajah cakka bersemu merah.
“kalo abis ini elo diapa-apain sama mereka, lo
bilang aja sama gue. Oke” kata agni pada aldi. Kemudian pergi sambil tersenyum
pada cakka.
“sial!!” desis cakka. yang lain tersentak. Apalagi
goldi. Benar-benar tamat riwayatnya.
“Kenapa ada cewek semanis dia sih” gumam cakka
kemudian sambil menyentakkan tongkat baseballnya ketanah. Goldi bernafas lega.
Yang lainnya hanya tersenyum melihat tingkah bossnya saat itu.
Angin sore saat itu bersemilir lembut. Menerpa wajah
seorang anak laki-laki yang tengah berdiri ditepi atap gedung sekolahnya. Kedua
tangannya ia masukan kedalam saku celananya. Seragamnya terlihat tidak rapi
seperti biasanya. Pandangannya lurus kedepan. Entah apa yang kini sedang ia
pikirkan.
“lo kenapa belum pulang?” tiba-tiba terdengar
suara yang menyapanya dari belakang.
“bukan urusan lo” ucap laki-laki itu dingin. Ia
sudah mengetahui siapa yang mengajaknya bicara saat itu.
“maafin gue, kka” ucap orang itu yang sedikit
mendekat namun tak berani berdiri sejajar dengan cakka (anak laki-laki)
dihadapannya itu.
“dosa lo terlalu besar buat gue maafin” ucap cakka
yang masih bergeming. Tenggorokan orang itu langsung tercekat mendengarnya.
“bilang, kka. Bilang sama gue apa yang harus gue
lakuin buat nebus dosa gue ke elo, kka”
“sekalipun lo mati, dosa lo gak bakal ketebus,
alvin!” ucap cakka yang hampir sama sekali tidak membuka rahangnya.
“lo gak pernah ngasih gue kesempatan, kka! Lagian
gue gak ngerti kenapa lo semarah ini sama gue. Bahkan kata maaf yang keluar
dari mulut gue pun, gue gak tau untuk apa. Gue gak ngerti salah gue dimana”
ucap Alvin. Cakka tersenyum sinis mendengarnya.
“lo bilang lo gak tau? Gak ngerti? Lo emang
manusia yang gak tau diri!” timpal cakka.
“Kka!! Gue mohon sama lo. Gue gak mau gini terus.
Kita harus selesein semuanya”
“sekarang gue tanya sama lo, kalo semuanya
selesai apa keadaan bakal balik lagi seperti semula, hah?” Tanya cakka sambil
berbalik menghadap Alvin.
“gue harap semuanya seperti itu” jawab Alvin.
Cakka berdecak.
“sayangnya nggak! Semua gak bakal balik seperti
semula” ucap cakka. Alvin terdiam heran.
“lo tau, disini…” lanjut cakka sambil menunjuk
dadanya yang bidang dengan telunjuknya.
“disini terlalu sakit buat nerima ucapan maaf lo”
kata cakka. Alvin terdiam tak menyangka. Sebenarnya apa yang telah ia perbuat
hingga menyakiti hati sodaranya itu, Alvin bingung.
“gue…” ucapan Alvin terputus.
Cakka yang sudah jengah dengan semuanya tiba-tiba
beranjak begitu saja melewati Alvin. Alvin menunduk lesu. Otaknya terus
berputar mencari-cari kesalahan yang telah ia perbuat terhadap cakka. Hingga
kepalanya terasa sakit, ia masih belum bisa menemukannya. Ia mengeluarkan
bungkusan kecil dari sakunya, ternyata isinya habis. Kini ia memegangi
kepalanya yang kesakitan. Lututnya yang tiba-tiba terasa lemas perlahan ia
jatuhkan kebawah.
“gue mau lo maafin gue sebelum nanti gue pergi, kka”
ucap Alvin lirih sambil terus menatap lantai atap gedung tersebut.
…
“lo kenapa, sih? Dari tadi ngelamun mulu” kata
agni pada via sambil menjatuhkan badannya pada sofa dekat jendela. Sementara
via sedang asik tiduran di tempat tidur agni sambil menatap kosong atap kamar
agni.
“gak apa-apa. Gue heran aja, kenapa baru kali ini
ya gue bisa ngobrol sama Alvin. Padahal gue udah tiga taun sekolah disitu”
“terus?” Tanya agni.
“gue kira Alvin anaknya jutek. Abisnya dia gitu
sih. Sibuknya sama urusan osis mulu, gak pernah gue liat dia becanda-becanda
sama temennya. Tapi ternyata orangnya baik, udah gitu asik juga kalo diajak
ngobrol” jelas via. Agni hanya mengerutkan keningnya heran.
“elonya aja kali yang kuper. Buktinya gue yang
baru masuk aja udah akrab. Walopun ketemunya ngga sengaja” kata agni
senyam-senyum sendiri.
“enak aja lo ngatain gue kuper!” gerutu via. Agni
hanya cengengesan dibuatnya.
“eh, tapi lo tau ngga kalo Alvin sama cakka itu
ternyata sodaraan?” Tanya agni.
“tau dari mana lo?” Tanya via. Agni hanya
mengangkat kedua bahunya.
“kabarnya sih emang gitu, tapi gue liat mereka gak
pernah keliatan bareng. Udah gitu mereka berdua beda banget. Yang satu ketos,
yang satu berandalan. Ya walopun sama-sama cakep” kata via.
“lo… tau ngga kenapa mereka gak pernah
bareng?” Tanya agni. Via menggeleng.
“lagian lo nanya ke gue. Kalo masalah itu
gue gak tau. Tanya aja sama Alvin, atau ngga sekalian sama cakka. itu juga kalo
elo berani” ucap via. Agni terdiam.
…
Saat jam pelajaran pertama, agni duduk manis dibangkunya,
menopangkan dagu pada kedua tangannya sambil memperhatikan cakka yang tengah
tertidur dimejanya. Saat itu memang tidak ada guru. Sebenarnya agni ingin
mempergunakan kesempatan ini untuk bertanya pada cakka. Agni benar-benar ingin
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi antara cakka dan Alvin. Ditambah lagi
mengingat pertemuannya malam itu dikelas ini. Jangan-jangan itu ada hubungannya
dengan Alvin juga.
Agni menghela nafasnya. Entah kenapa agni benar-benar
ingin membantu laki-laki disampingnya itu. Tapi ia masih bingung harus berbuat
apa. Kali ini agni menurunkan tangan kirinya, sementara tangan kanannya masih
terus menopang. Agni tidak tega membangunkan cakka yang sepertinya tertidur
pulas saat itu. Kembali ia tarik nafas dan menghembuskannya sedikit keras.
Matanya tetap terpaku pada wajah cakka.
“kalo lagi tidur kaya gini, muka lo lucu banget.
Bukan kaya devil lagi, tapi berubah kaya malaikat” ucap agni pelan sambil
tersenyum.
Ketika sedang senyam-senyum sendiri memandangi wajah
cakka yang tertidur, tiba-tiba sang pemilik wajahpun terbangun. Agni sampai
salting dibuatnya. Cakka mengusap wajahnya kasar dan mengucek matanya sejenak.
Lalu memandangi agni yang terlihat jelas salah tingkah. Apalagi topangan
dagunya yang hampir saja jatuh saking kagetnya.
“kenapa, lo?” Tanya cakka heran. Nafas agni
tersendat. Matanya sedikit membulat. Kemudian ia menggeleng cepat.
“lo… ngeliatin gue tidur, ya?” Tanya cakka yang
mendekatkan wajahnya pada agni. Kali ini agni benar-benar menahan nafasnya.
“kenapa diem? Bener kan, lo ngeliatin gue tidur?”
goda cakka. agni yang sudah tak tahan dengan keadaan akhirnya mengaku juga.
“kalo iya kenapa? Gak boleh??” kata agni cepat
yang malah membuat cakka tersenyum.
“kka, ngapain sih lo?” Tanya agni saat cakka makin
mendekatkan wajahnya.
“takutnya lo belum puas mandangin wajah gue.
Segini kurang deket?” Tanya cakka. Jantung agni tiba-tiba saja berdegup cepat
saat itu. Tak bisa berkata apapun, tak bisa berbuat apapun.
“wihhh, boss!! Ngapain noh?” teriak ray tiba-tiba
yang tak sengaja menoleh kearah mereka. Sontak yang lainnya ikut memandang
kearah cakka dan agni. Cakka hanya menoleh sambil tersenyum tipis dan menarik
wajahnya kembali. Agni menghembuskan nafasnya lega.
“nanti lagi aja. Gue mau cuci muka dulu” bisik
cakka sebelum akhirnya ia beranjak keluar kelas. Cukup menegangkan.
…
Cakka benar-benar kaget saat mendapati motornya dalam
keadaan yang sudah tidak seperti semula. Begitupula teman-temannya yang lain
saat melihat keadaan motor cakka. Kali ini motornya penuh baretan disana-sini.
Lampu depannya pecah. Ban depan belakang bocor karna paku yang menancap sadis
diluarnya. Siapa yang berani seperti ini? Rahang cakka mengeras.
“wah jangan-jangan anak itu lagi bos. Parah abis
tuh anak. Kali ini mesti diabisin boss!!” komentar goldi.
“abisin aja kalo kalian bisa! Kevin sekarang ada
dalam perlindungan kita” tiba-tiba seorang laki-laki muncul disertai
anggotanya.
“sion?” desis ray.
“gue yang nyuruh Kevin ngerusakin motor lo. Mau
apa lo sekarang?” Tantang sion (laki-laki itu) pada cakka. sementara Kevin
terlihat berlindung dibalik badan sion.
“ngapain lagi lo cari gara-gara sama gue?” Tanya
cakka datar.
“denger ya, cakka nuraga!! Gara-gara lo dua taun
lalu, gue koma dan harus nunda sekolah gue” terang sion. Cakka mengerutkan
alisnya.
“jadi itu alasannya kenapa sekarang lo masih make
seragam SMA? Kasian banget hidup lo. Kenapa lo gak masuk sekolah ini lagi? Seru
kan kalo kita bisa lulus bareng disini” sindir cakka.
“cih. Gue gak sudi diatur pemimpin pecundang
seperti lo” desis sion.
“bukannya itu udah perjanjian? Kalo elo kalah, gue
yang jadi ketua. Jangan-jangan dulu gue udah bikin lo gagar otak ya? Sampe lo
pikun kaya gini” kata cakka. sion berdecak kesal.
“gue masih gak terima kalo gue kalah dari lo,
pecundang tengik!!”
“sekali lagi lo panggil gue pecundang, siap-siap
aja rahang lo patah untuk yang kedua kalinya” kata cakka dengan tatapan
membunuhnya.
“justru gue yang bakal bikin lo mampus ditangan
gue. Begitu pula dengan anggota lo yang sama pecundangnya seperti lo!” tegas
sion.
“ehh jaga tuh mulut lo!” teriak goldi.
“kenapa? Gak suka?” Tanya sion.
“urusan ini Cuma antara lo dan gue! Gak ada pihak
lain!” ucap cakka. sion tersenyum mengejek.
“tenang aja, setelah gue ngabisin lo, baru ada
pihak lain yang mesti gue abisin juga kaya lo!”
“gak usah banyak bacot lo!” ucap cakka begitu
menggenggam tongkat baseballnya dan menghantamkannya pada rahang sion. Darah
segar menyembur dari mulutnya. Sepertinya giginya ada yang tanggal akibat
hantaman dari cakka tadi. Sejenak sion mengerang kesakitan.
“gimana?” Tanya cakka dingin.
Sion terdiam sambil memegangi dagunya. Tak perlu aba-aba
darinya, anak-anak sion cs pun langsung berhamburan menyerang cakka cs. Ray,
goldi, iel, aldi beserta beberapa anak lainnya tak perlu repot-repot memilih.
Mereka menghajar siapapun lawan yang mendekatinya.
Suasana parkiran sekolah yang sudah sepi itu kini ramai
dengan erangan dan suara-suara benturan keras lainnya. Untung saja pelajar
lainnya sudah pulang kerumahnya masing-masing. Cakka memang sempat
mengkhawatirkan hal itu. Tapi setelah menyadari sekolah sepi tak berpenghuni ia
dapat leluasa melakukan pertahanan.
Perkelahian itu hanya berlangsung beberapa menit setelah akhirnya
mereka mendengar sirine yang berasal dari mobil polisi meraung mendekati.
Sepertinya masih ada orang didalam sekolah, begitulah pikir cakka. seketika
anak-anak itu langsung berlarian kesegala arah untuk melarikan diri.
Namun, ketika cakka cs masih tetap ditempatnya,
begitupula dengan cakka yang sibuk berpikir siapa orang didalam sekolah,
tiba-tiba sion melayangkan sebuah balok kayu kearah kepala cakka. Aldi
satu-satunya orang yang menyadari hal itu bergegas mendorong cakka agar
terhindar hantaman balok itu.
BUKK!!
Aldi ambruk begitu kepalanya yang terkena hantaman
tersebut. Anak-anak yang lain langsung menghambur kearah aldi. Cakka tersentak
melihatnya. Memandang tak percaya kearah sion. Sion yang salah sasaran malah
berdecak kesal.
“mungkin giliran lo bisa nanti, pecundang!!” ucap
sion yang kemudian berlalu.
Darah yang keluar dari kepala aldi begitu banyak. Tangan
cakka bergetar hebat. Tenggorokannya tercekat. Nafasnya tersengal. Pandangannya
tiba-tiba kabur. Dia tidak seharusnya seperti ini. Tongkat baseball yang
dipegangnya terjatuh. Seluruh otot-ototnya melemas. Jantungnya terasa mencelos.
“boss, si aldi ngeluarin banyak darah. Kita harus
cepet bawa dia ke Rumah Sakit!” teriak goldi.
…
Cakka meneguk ludah saat melihat kumpulan orang
berpakaian hitam didepannya. Langkahnya terhenti. Kakinya seperti terpaku ke
tanah. Kejadian kemarin siang benar-benar seperti mimpi. Ia terlalu bodoh
membiarkan semuanya terjadi.
“bos,” tegur ray, menyadarkannya. Cakka
meliriknya, lalu mengangguk. Kembali ia melangkah, walaupun berat.
Cakka masuk kedalam pekarangan rumah aldi yang telah
dipenuhi oleh para pelayat. Anak-anak kelas sebelas tampak berkumpul
dipojokkan, melotot saat melihat kedatangan cakka dan yang lain. Kerumunan
didepan cakkapun segera terbelah memberi jalan.
Cakka tersaruk menuju pintu rumah aldi yang terbuka
lebar. Saat cakka mencapai pintu, ia segera bisa melihat tubuh aldi yang telah
terbungkus kain kafan. Terbujur ditengah ruangan. Cakka menatap nanar sosok
pucat itu.
Kedua orangtua aldi tau-tau menyadari kehadiran cakka.
“ngapain kamu datang!!” jerit ibu aldi. Membuat
cakka tersentak. Wanita itu segera bangkit dan dengan kalap memukuli cakka.
“gara-gara kamu aldi meninggal!! Gara-gara kamu!!”
Iel dan goldi dengan segera melindungi cakka dari amukan
ibu aldi, tapi cakka mencegahnya. Cakka menerima segala pukulan dari ibu aldi,
merasa pantas mendapatkannya.
“maaf…” ucap cakka kemudian, suaranya tercekat.
“maaf? MAAF?? Kamu minta maaf sekarang?! Aldi
sudah meninggal!” histeris ibu aldi. Cakka tak bisa menjawab.
Ibu aldi kini sudah terduduk, menangis sekuat tenaga
sementara suaminya merangkulnya.
Cakka bergeming. Matanya kembali terpaku pada jenazah
aldi. Cakka bisa melihat Alvin dan agni yang ada di sudut ruangan dari sudut
matanya. Keduanya tampak sedang berdoa.
“sekarang ngapain kalian disini, hah? Sana
pergi!!” teriak ibu aldi menyadarkan cakka.
“sekarang aldi sudah pergi. Kalian jangan urusin
dia lagi!!” ibu aldi terus berteriak.
Cakka menurut saja saat ibu aldi mendorongnya dan
anak-anak buahnya keluar rumah. Cakka lantas termangu didepan pintu, berusaha
menguasai diri. Anak-anak buahnya mulai merasa cemas, sementara para tetangga
sudah mulai berbisik.
“memang dasar anak-anak gak bener…”
“kecil-kecil saja sudah berani tawuran, mau jadi
apa mereka”
“kasihan banget aldi bergaul sama mereka…”
“harusnya mereka aja yang mati”
Rahang cakka mengeras sementara anak-anak buahnya semakin
cemas. Anak-anak kelas sebelas juga menatapnya ngeri dari pojokan.
Disaat semua orang menyangka cakka akan mengamuk, anak
laki-laki itu malah menghela nafas berat dan mulai melangkah. Anak lainnya
saling pandang bingung, lalu mengikutinya tanpa banyak bicara.
Beberapa meter dari rumah aldi, cakka menghentikan
langkah. Ia lantas melirik sedikit kebelakang.
“gue mau sendiri”
Mata iel melebar “tapi, kka…”
“Gue. Mau. Sendiri”
Kali ini tidak ada siapapun yang membantah lagi. Mereka
membiarkan cakka melangkah sendirian. Iel menatap punggung cakka cemas. Ia
hanya bisa berharap cakka berpikir jernih dan tak melakukan sesuatu yang bodoh.
Sayangnya iel tau benar bagaimana cakka.
…
Cakka menarik kerah seorang pemuda yang wajahnya sudah
bersimbah darah dengan satu tangan. Satu tangannya lagi menggenggam tongkat
baseball erat-erat.
“dimana dia? Atau lo mau mati?” Tanya cakka
lambat-lambat dengan suara rendah.
“di… gudang… belakang sek…olah” jawab pemuda itu
susah payah, hampir tersedak giginya yang sudah tanggal. Cakka mengempaskannya
ketembok. Lalu melewati beberapa tubuh lain yang terlebih dahulu terkapar
ditanah.
Cakka berjalan tegap menuju belakang sekolah baktipura,
musuh bebuyutan sekolahnya. Sekolah yang ternyata kini dikuasai oleh sion
sebagai ketua geng. Cakka menatap halaman luas dibelakang sekolah itu dan
memicing kearah sebuah gudang di kejauhan. Cakka memanggul tongkat baseballnya,
lalu mulai melangkah dengan sebuah determinasi: ia akan menghancurkan semuanya
hingga tak bersisa.
Cakka menatap sebuah pintu seng, lalu menendangnya hingga
pintu itu melayang ke ujung ruangan. Ruangan itu penuh asap mengepul hingga
cakka tak dapat melihat kedalam.
“HEH! SIAPA LO?!” seru seseorang. Cakka mundur
beberapa langkah untuk membiarkan para semut itu keluar dari sarangnya.
Satu per satu anggota geng sekolah itu keluar, dan satu
per satu pula menganga saat menyadari siapa yang ada didepan markas mereka.
Cakka hanya balas menatap mereka sengit.
“wah wah, liat siapa ini!” seru sion saat melihat
cakka. Tapi tatapan cakka tertuju pada Kevin yang berlindung dibalik tubuh
sion.
“masih betah lo jadi kacung disini?!” ucap cakka
geram. Membuat sion mengernyit, tapi detik berikutnya ia sadar cakka sedang
mengajak bicara Kevin.
“sebelum lo ngebuang dia, dia emang udah jadi
pengikut gue!!” kata sion tersenyum licik. Cakka tertawa jijik mendengarnya.
“emang kesalahan gue udah milih pengkhianat macem
lo jadi anggota gue! Tapi untung aja gue udah ngebuang lo!!” ucap cakka penuh
penekanan yang ditujukan pada Kevin.
“sebenernya lo kesini mau ngapain, hah?
Nyerahin nyawa lo?” ucap sion.
“justru gue kesini bakalan jemput nyawa
kalian semua. Terutama, elo!!” ucap cakka dengan tatapan membunuhnya. Sion
mengernyit. Kemudian melirik ke segala arah.
“sok jagoan, lo! Tanpa anggota, lo yakin bisa??”
kata sion mengejek.
“kenapa ngga? Gue sendiri yang bakal ngabisin lo
semua tanpa harus membuat anggota gue terluka dengan tangan busuk lo!!”
“tapi sayangnya gue yakin lo gak bakal bisa!” kata
sion meremehkan.
Mendengar ucapan sion tersebut, cakka hanya tersenyum
tipis kemudian balik menatapnya bengis. Cakka lantas mengangkat tongkat
baseball dan menunjuk sion.
“lo duluan,” kata cakka dingin. Lalu beralih
menunjuk Kevin.
“berhubung lo kacung si brengsek ini, lo
terakhir!” lanjut cakka.
Sion segera memberi sinyal pada anggotanya, tapi sebelum
ia sempat menghindar, cakka sudah keburu menonjok rahangnya dengan tongkat
baseball. Darah beserta beberapa gigi muncrat dari mulutnya, membuatnya
terhuyung lalu ambruk ketanah.
Sion memegangi rahangnya yang sudah miring, tak bisa
berkata-kata karena menahan sakit. Anak-anak buahnya hanya bengong menatap
bosnya yang sudah terkapar dalam hitungan detik itu.
Cakka lantas berbalik, menatap kumpulan anak-anak yang
hanya bisa menatapnya ngeri. Cakka baru maju selangkah, kumpulan itu sudah
kocar-kacir melarikan diri. Tapi cakka tak kan membiarkan mereka kabur. Cakka
tak kan menjilat ludahnya sendiri. Cakka sudah bertekad untuk menghancurkan
mereka semua. Dan cakka akan melakukannya hari ini juga.
Kevin merapat ke tembok, sekujur tubuhnya gemetar
menyaksikan cakka berubah menjadi monster saat menyerang anak-anak gen
baktipura dengan membabi buta. Kevin tak pernah melihat bagaimana cakka
berkelahi. Selama ini ia hanya pernah mendengar legenda, dan tak pernah berkesempatan
untuk melihat karena cakka nyaris tak pernah meladeni tantangan sekolah lain.
Ia bahkan sempat berpikir cakka hanyalah seorang pengecut yang sok. Hingga
akhirnya ia dibujuk sion dan memilih untuk bergabung dengan baktipura.
Tapi ternyata ia salah. Ia salah telah berurusan dengan
monster itu. Sekarang ia mendapatkan kesempatannya, tapi bahkan kesempatan itu
adalah kesempatan terakhirnya. Ia akan mati ditangan cakka hari ini juga, dan
ia bahkan tak bisa bergerak untuk menghindar.
Tak sampai beberapa menit, gerombolan geng yang tadinya
gagah perkasa itu sudah teronggok berserakan ditanah. Cakka berdiri
ditengah-tengah mereka dengan nafas tersengal dan wajah penuh cipratan darah.
Darah orang lain.
Sekujur bulu kuduk Kevin meremang saat cakka menoleh
padanya. Kevin tak dapat bergerak saat cakka perlahan menghampirinya. Kevin
hanya memandang ngeri tongkat baseball yang dipegang cakka, dan ia bersumpah
bisa melihat darah menetes dari ujungnya.
“AMPUN, KAK!!” seru Kevin, segera bersujud hingga
dahinya menyentuh tanah.
“ampun!! Saya gak bermaksud berkhianat”
Cakka mentapnya datar. Ia lantas mengangkat dagu Kevin
dengan tongkatnya. Kevin mau tak mau melihat mata cakka. Kevin bersumpah
kembali bisa melihat kobaran api di bola matanya.
“gue seharusnya ngabisin lo dari dulu!” desis
cakka.
Kevin tau sekeras apapun usahanya untuk memohon akan
percuma. Anak laki-laki didepannya ini sudah bukan manusia. Kevin lantas
memberanikan diri untuk menatap orang yang akan menghabisi hidupnya. Detik berikutnya
ia terpaku.
Kevin seperti bisa melihat air mata dimata ketua gengnya
itu. Kevin pasti sedang bermimpi.
“tapi kalo lo mati, apa untungnya buat gue?” gumam
cakka, lebih pada dirinya sendiri.
“satu anggota gue udah mati dimasa jabatan gue!
Tentunya gue gak mau itu terulang lagi dengan gue ngabisin lo sekarang!” ucap
cakka.
“karna dengan begitu, sama aja gue udah ngebunuh
dua anggota gue” lanjut cakka. Kevin menatapnya tak berkedip.
Cakka lantas mendorong kepala Kevin dengan tongkat hingga
ia terjengkang. Kemudian cakka bergerak kearah seseorang yang terkapar
disampingnya dan melepas jaket yang dikenakan orang itu.
“lo bisa balik kalo lo mau” kata cakka sambil
mengenakan jaket itu. Membuat mata Kevin melebar saat melihat cakka pergi
sambil menyeret tongkat baseballnya.
Satu hal yang Kevin ketahui, cakka tidak pernah menyeret
tongkat baseball itu.
…
“CAKKA!!”
Iel segera bangkit saat melihat cakka muncul. Anak-anak
lain juga ikut berdiri sambil menatap cakka cemas. Cakka balas menatap mereka
dengan senyum lelah, lalu melangkah mendekat.
“kka…” ucap Iel menatap jaket yang dipakai cakka
dengan curiga.
“kalian semua udah ngumpul?” cakka menatap
anak-anak kelas sebelas dan sepuluh yang berbaris rapi didepannya. Anak-anak
itu membalas dengan gumaman.
Cakka mengangguk-angguk lalu menatap teman-temannya. Iel
masih menatap cakka penuh selidik.
“bos” kata goldi tiba-tiba, matanya melebar begitu
menatap tongkat baseball cakka.
“itu… darah?” lanjutnya.
Perhatian semua orang kini beralih pada tongkat baseball
itu yang memang tertempel darah yang sudah setengah mongering. Perlahan mata
semua orang terangkat pada subjek yang memegangnya.
“kka, lo gak nyerang markas baktipura sendirian
kan?” Tanya iel, membuat semua orang melongo.
Cakka tak menjawab. Ia hanya menatap iel dengan seulas
senyum tipis. Pikiran anak itu memang selangkah lebih maju dari siapapun yang
ada disini.
Iel rupanya tidak puas dengan aksi diam cakka. ia segera
menyambar jaket yang dipakai cakka, lalu membukanya paksa. Harusnya ia bisa
menebak apa yang ia lihat, tapi tetap saja ia mundur saat melihat noda darah
dikemeja cakka.
Semua orang sekarang menatap cakka tanpa berkedip.
Suasana sekolah sore itu mendadak lengang.
“BOS!” seru ray memecah keheningan. Ia segera
merangsek kedepan.
“kenapa bos dateng sendirian ke markas baktipura?
Kenapa bos ngga ngajak kita?’
“nggak perlu” cakka kembali menutup retsleting
jaket itu dengan tenang. Ia lantas berbalik menatap adik-adik kelasnya yang
langsung mundur beberapa langkah.
Cakka menjilat bibir, lalu menghela nafas. Mungkin ini
sudah saatnya.
“gue tau, sebagai ketua kalian, gue udah gagal!”
kata cakka membuat semua orang menatapnya tak percaya.
“gue gagal ngelindungin anggota gue sendiri.
Seharusnya gue emang gak pernah jadi ketua”
Hening. Tak ada satupun yang berniat menyela cakka.
“kalian semua kecewa sama gue, gue ngerti. Karena
gue, kalian kehilangan temen kalian. Karena gue, kalian semua dapet cap yang
lebih buruk daripada yang udah-udah”
Tetap hening selama beberapa saat setelah cakka selesai
bicara. Semuanya sibuk dengan pikirannya.
Cakka lantas maju, membuat adik-adik kelasnya mundur
teratur. Cakka melempar tongkat baseball ketanah, lalu disaat semuanya berpikir
ia akan menarik salah satu anak kelas sebelas, ia malah perlahan berlutut.
Semua orang menatapnya tak percaya.
“kalian boleh melakukan apapun sama gue, gue gak
akan ngelawan” kata cakka, sementara semua orang masih menganga parah.
“mulai sekarang, gue Cuma murid sekolah ini. Gue
bukan lagi ketua kalian. Gue bukan bos. Gue Cuma cakka. jadi kalian gak usah
takut”
“cakka!” seru iel, tapi cakka hanya menengok dan
menatap teman-temannya dengan senyum lelahnya.
“kalian juga. Siapapun, yang udah merasa gue
kecewain” cakka kembali menatap adik-adik kelasnya.
Anak-anak kelas sebelas dan sepuluh masih terdiam, tak
percaya kalau ketua geng yang selama ini mereka segani selama ini bisa berlutut
didepan mereka, bahkan meminta mereka untuk memukulnya.
Selama beberapa saat, semua orang yang ada dilapangan itu
terdiam. Sampai seorang anak kelas sebelas bernama bastian, maju selangkah dari
tempatnya berdiri dan memungut tongkat baseball yang tergeletak ditanah dan
mendekati cakka. ia lantas menatapnya tajam. Sementara semua orang menatapnya
ngeri.
“begini? Begini, hah? Ketua geng sekolah kita?”
Tanya bastian.
Cakka tersenyum, lalu mengangguk.
“begini” ucapnya.
Bastian menatap cakka lama. Lalu menatap kakak kelasnya
yang berdiri dibelakang cakka. tak seorangpun mencegahnya. Tak seorangpun
meneriakinya untuk mundur. Bastian bisa memukul bosnya itu kapan saja.
“kalo ketua aja kaya gini, jalan sendiri, nanggung
kesalahan sendiri, apa gunanya anak buah?” seru bastian membuat cakka
menatapnya tanpa berkedip. Begitupula semua orang.
“apa gunanya kami dilatih setiap hari kalo
ujung-ujungnya Cuma bos yang maju?” lanjutnya.
Cakka menatap bastian nanar.
“tapi gue gak layak jadi ketua kalian. Gue gagal”
“kalo bukan bos yang jadi ketua, gue gak tau harus
ikut siapa lagi” tandas bastian. Ia lantas menyerahkan tongkat baseball itu
pada cakka.
“kalo bos mau bertanggung jawab atas kematian
aldi, bos harus tetap jadi ketua dan memastikan keamanan sekolah ini sampai
detik terakhir.”
Cakka menatap bastian lama, lalu menatap tongkat baseball
yang sudah penuh bercak darah yang tertempel rumput kering. Cakka lantas
mengedarkan pandangan kesekeliling dimana semua adik-adik kelasnya sudah
mengangguk setuju.
“kka”
Sekarang cakka merasakan tepukan dibahunya. Tanpa harus
menoleh, cakka tau itu iel.
“bos, apapun yang terjadi, kita ada dibelakang
bos” timpal ray.
“jadi, nanti jangan pergi sendiri lagi” tambah
goldi.
Cakka mendengus, merasa kata-kata goldi sangat
sentimentil dan tak pantas diucapkan seorang preman sepertinya. Cakka menghela
nafas dan mengambil tongkat itu dari tangan bastian dan bangkit.
“jangan nyesel, ya! Tadi kalian udah gue kasih
kesempatan emas.” Kata cakka pada adik-adik kelasnya yang malah nyengir kuda.
Cakka ikut tersenyum, tapi lantas menatap galak
adik-adiknya itu.
“tunggu apa lagi kalian? Pemanasan!”
Anak-anak tersentak, lalu buru-buru berbaris. Goldi
sebagai komandan segera turun tangan untuk merapikannya.
Cakka menghela nafas, lalu duduk dibangku kebesarannya
yang berada dibawah pohon seperti biasa. Matanya segera menerawang begitu
menatap tongkat baseballnya. Iel dan yang lain saling lirik resah.
Ray buru-buru mengambil tongkat itu.
“sini, bos. Gue bersihin”
Cakka membiarkan ray membersihkan tongkat itu dengan kaos
olahraganya. Setelah selesai, ray mengembalikan tongkat itu.
“gue Cakka!” kata cakka tiba-tiba. Membuat semua
orang menatapnya bingung. Cakka mengangkat sudut bibirnya.
“jangan panggil gue ‘bos’, panggil gue ‘Cakka’!”
Ray menatap cakka, lalu melirik teman-temannya. Yang sama
tak tau harus bagaimana.
“kita semua temen, kan?” Tanya cakka membuat iel
mlotot. Cakka lantas melirik adik-adik kelasnya.
“kalian juga, cukup panggil ‘cakka’ aja”
Anak-anak itu tampak sama sekali enggan.
“okee, gimana kalo ‘kak’?” cakka mengalah, membuat
anak-anak itu terlihat sedikit lega.
“ini syarat absolute kalo kalian masih nganggep
gue ketua”
Anak-anak itu lantas mengangguk pelan. ‘kak’ jauh lebih
baik daripada memanggil nama seorang cakka. itupun kalau mereka mempunyai cukup
alasan untuk memanggilnya.
Goldi segera mengajak mereka untuk berlari keliling
lapangan. Sementara cakka memperhatikan mereka.
“yang lemah dipisahin, yel” kata cakka.
“kalo ada apa-apa mereka dibarisan belakang jagain
cewek-cewek.”
Iel mengernyit sebentar, lalu mengangguk. Ia paham cakka
sedang meikirkan kemungkinan terburuk, jika terjadi tawuran atau semacamnya.
***
Beberapa hari setelah kejadian itu, keadaan kembali
seperti semula. Tidak ada tanda-tanda akan ada pembalasan dari baktipura. Cakka
sendiri memang sudah mempersiapkan semuanya. Tapi hingga saat ini sepertinya
masih aman-aman saja.
Keadaan sekolah sore itu sudah sepi. Cakka menggunakan
kesempatan itu untuk mencuci kemejanya yang entah berapa hari tidak ia
bersihkan. Cakka tidak tau sudah berapa lama ia tidak kembali ke rumahnya. Ia
sudah muak dengan semuanya. Bahkan ia tidak pernah berharap ayahnya akan
mencarinya, sedikitpun tidak pernah.
…
Langkah Alvin terhenti saat melihat pemandangan
didepannya. Cakka tampak sedang duduk didepan gudang peralatan olahraga dengan
hanya mengenakan singlet. Pandangannya seperti kosong. Didepannya, sebuah
kemeja terjemur diatas seutas tali yang terikat diantara dua batang pohon.
Alvin menghela nafas. Bebannya kini sedang berada tepat
didepannya. Alvin lantas menghampiri cakka dengan hati-hati.
“kka…”
Cakka mendongak, lalu terpaku saat melihat Alvin sudah
berdiri disampingnya. Tanpa banyak berpikir, cakka segera bangkit dan meraih
kemeja dari jemuran. Kemeja itu ternyata masih basah. Cakka berdecak kesal,
lalu mengibaskan kemeja itu tak sabar.
“lo… kapan mau balik ke rumah?” Tanya Alvin yang
tengah memperhatikan tingkah cakka saat itu.
Cakka menghela nafas, lalu mengenakan kemeja basah itu.
Ia mungkin akan masuk angin, tapi lebih baik begitu daripada berlama-lama
dengan Alvin. Cakka lantas meraih ransel, bermaksud pergi. Tapi tau-tau Alvin
menahan lengannya. Cakka menatap tangan Alvin, lalu menatap matanya tajam.
“gue rasa kita harus selesein masalah kita, kka”
kata Alvin membuat mata cakka berkedut.
“kalo lo mau gue bersujud didepan lo, gue lakuin
sekarang juga” lanjut Alvin.
Cakka menatap Alvin lama, lalu membuang muka sambil
mendengus. Ia lantas menepis tangan Alvin dari lengannya, tapi menolak
menjawab.
“gue gak tau lagi apa yang bisa bikin lo maafin
gue, kka” ucap Alvin.
Cakka meneguk ludah, berpikir untuk beberapa saat. Tapi
percuma. Hatinya sudah terlanjur membenci Alvin sejak kejadian itu.
“gue kan udah bilang, lo mati pun gak bakal bisa
nebus kesalahan lo!” ucap cakka yang hendak berlalu. Alvin tak berkedip untuk
beberapa saat.
“tapi kenapa? Gue sebejat itu dimata lo? Sampe gue
mati pun lo tetep gak bakal maafin gue?”
Cakka menghentikan langkahnya. Terdiam sejenak. Lantas ia
berbalik dan menatap Alvin.
“andai lo jadi gue, vin. Gue yakin lo gak bakal
bisa maafin orang yang udah ngerebut kebahagiaan elo. Begitupula dengan gue”
tandas cakka. Alvin mngerutkan keningnya.
“gue tau, ayah emang selalu mengandalkan elo dan
lebih utamain lo dibanding gue. Tapi buat gue itu gak masalah, karna gue punya
bunda yang selalu dengerin gue” ucap cakka yang hampir tak berkedip memandang
Alvin.
“dan saat ayah sama bunda pisah, gue sama sekali
gak nyesel. Asalkan gue yang ikut bunda. Dan lagipula ayah lebih milih lo untuk
tetap tinggal bareng dia” lanjut cakka. Alvin terus mendengarkan dan menerka
dimana letak kesalahannya.
“buat gue, itu juga gak masalah. Tapi kenapa lo
masih tega ngerebut bunda dari gue? Ngerebut satu-satunya orang yang sayang
sama gue?” kata cakka yang semakin menatap tajam mata Alvin. Seolah menegaskan
bahwa semua itu adalah kesalahan Alvin.
“bunda? Gue…” ucapan Alvin terputus. Nafasnya
tersendat.
“kalo aja waktu itu lo gak nyuruh bunda ke
Jakarta, bunda gak akan pernah kecelakaan! Ini semua emang salah lo, vin!” kata
cakka nyaris tak bisa mengontrol emosinya. Alvin menggeleng tak percaya.
“gue… gak bermaksud ngerebut bunda dari lo.
Waktu itu gue Cuma mau ayah sama bunda hadir diacara kelulusan gue, kka. Dan
gue juga gak nyangka kalo akhirnya bunda akan kecelakaan” jelas Alvin. Cakka
tersenyum sinis.
“lo pikir Cuma lo doang apa? Lo gak mikir kalo
waktu itu gue juga lagi kelulusan?” Tanya cakka. Alvin terdiam.
“gue gak kaya lo, vin! Gue gak pernah minta ayah
dateng buat gue dan ninggalin elo, seperti elo yang minta bunda dateng
buat lo dan ninggalin gue!!” ucap cakka.
kini Alvin tau mengapa cakka begitu membencinya. Ia sadar
ia begitu egois. Tapi apa salah saat seorang anak ingin ditemani ‘kedua’ orang
tuanya? Mungkin semua itu tidak salah. Tapi kini Alvin sadar. Keinginannya
tidak ia letakkan pada posisinya saat itu. Ia lupa akan keadaan cakka. Saudara,
tepatnya adalah adiknya sendiri. Ini memang keterlaluan. Tapi apa yang bisa ia
lakukan saat itu? Perasaan siapa yang harus ia pikirkan? Dia memang terlalu
lugu untuk menyadari semua diusianya saat itu.
Alvin sadar cakka begitu kehilangan bunda, sama halnya
dengan dia. Kepergian bundanya telah mutlak jadi kesalahannya dimata cakka. Dan
Alvin tidak tau harus bagaimana. Mempertanggung jawabkan kesalahannya terhadap
cakka.
“gue minta maaf kalo gue egois. Gue gak pernah
mikirin perasaan lo. Tapi satu hal, gue gak pernah berniat bikin bunda jadi
pergi untuk selamanya dan ninggalin elo. Dan asal lo tau kalo elo adalah orang
pertama yang kehilangan bunda, maka gue orang kedua setelah lo” ucap Alvin.
Cakka terdiam kembali.
Apakah cakka terlalu menuntut Alvin? Apakah cakka tidak
menyadari akan adanya takdir didunia ini? Tapi ia benar-benar tidak rela saat
bundanya, satu-satunya orang yang menemaninya pergi dan memilih untuk memenuhi
permintaan Alvin saat itu. Apakah sekarang dia yang egois? Selama ini apakah
benar-benar cakka yang egois telah menuduh Alvin yang bersalah? Tapi kalaupun
Alvin minta maaf, tidak akan pernah membuat bundanya kembali, bukan? Pikirannya
kini sama sekali tidak sinkron dengan hatinya.
“kalo gue gak mau maafin lo, apakah egois itu
sekarang ada didiri gue? Karna kenyataannya, meskipun bunda pergi karena
takdir, gue masih belom bisa maafin lo” ucap cakka. Alvin menatap cakka tak
percaya.
“kka…”
Cakka sudah keburu berbalik pergi, meninggalkan Alvin
yang hanya bisa termangu. Cakka menghela nafas dan melangkahkan kaki yang
terasa berat. Sambil menatap ujung sepatunya.
Walaupun sebagian hatinya ingin memaafkan Alvin. Tapi
sebagian hatinya lagi masih tidak mau menerimanya. Cakka juga tidak tau mengapa
ia bersikap seperti itu. Yang jelas, ia masih belum rela dengan kenyataan
bundanya hingga sekarang.
Langkah cakka terhenti. Didepan sepatunya, ia melihat
ujung sepatu lain. Sepatu kets putih dengan tali merah jambu. Cakka mengangkat
kepala, lalu mendapati agni sudah ada dihadapannya, tersenyum seperti malaikat.
Cakka tidak pernah berharap kehidupannya kembali normal,
setelah semua yang terjadi. Tapi tiba-tiba dua orang yang sangat ia sayangi
membuat semuanya terasa mungkin. Satu sudah tidak bisa digapai. Satu lagi
berada tepat dihadapannya.
Cakka mendekati agni lalu meletakkan dahinya diatas bahu
anak perempuan itu.
“sebentar aja” gumam cakka sambil memejamkan mata.
Ia sangat ingin menangis. Tapi ditahannya.
Tau-tau cakka merasakan belaian lembut dikepalanya.
Belaian yang tidak pernah ia dapatkan dari siapapun setelah bundanya pergi dari
hidupnya. Cakka terpaku untuk beberapa saat, lalu air matanya menetes begitu
saja tanpa bisa ia tahan lagi.
Agni merasakan cakka menangis dibahunya. Agni tau, beban
cakka terlalu berat untuk ditanggungnya sendiri. Dan agni harap cakka bisa
membaginya walaupun sedikit.
…
Agni menyodorkan sebotol air mineral pada cakka, yang
menerimanya tanpa semangat. Agni menatap anak laki-laki itu ragu, lalu duduk
disampingnya. Mereka sekarang sedang berada dihalte bus dekat sekolah.
Tadi agni membiarkan cakka menangis tanpa bertanya
apapun. Sampai sekarang pun, cakka belum bicara apa-apa. Agni tidak akan
memaksanya bercerita jika memang ia tidak ingin.
“lo…” kata cakka yang membuat agni berjengit
kaget. Agni menoleh dan menatap cakka yang tampak menerawang.
“lo pasti mikir gue pendendam dan egois banget
kan, karna gue gak mau maafin Alvin?”
Agni mengerjapkan mata. Baru kali ini ia mendengar kata
‘alvin’ terucap dari mulut cakka. Biasanya dia menyebutnya dengan sebutan ketua
osis.
Agni mengangguk pelan.
“tapi gue bisa paham. Pasti berat banget
kehilangan satu-satunya orang yang lo sayang”
Cakka mendesah lalu menggeleng.
“sebenernya baru-baru ini gue mau maafin dia. Tapi
gatau kenapa masih gak bisa”
Agni menatap cakka tak percaya.
“gue masih mau ngerasain kehadiran bunda gue, ag.
Walopun itu gak mungkin. Sekalipun Alvin minta maaf sama gue, bunda gak akan
balik” ucap cakka.
“tapi kka, ini semua kan udah takdir. Gak
sepenuhnya salah Alvin” ucap agni. Cakka tersenyum getir.
“mungkin gue terlalu bodoh menyalahakan Alvin.
Tapi…” cakka menghentikan kalimatnya lantas menghela nafas berat.
“gue gak tau, ag” lanjutnya.
“kka, gue yakin dengan kepergian bunda lo, bukan
Cuma lo aja yang kehilangan. Tapi Alvin juga. Kalian berdua bersaudara, kan?
Itu artinya, bunda lo pasti bunda Alvin juga. Lo gak bisa nyalahin orang yang
seharusnya gak lo salahin. Gue mungkin emang gak ngerti posisi lo gimana, tapi
gue percaya lo bisa berpikir jernih dan nempatin posisi lo dengan baik” ucap
agni sambil tersenyum.
Cakka lantas menatap agni nanar.
“apa gue yang salah, ag? Apa gue yang terlalu
egois nyalahin Alvin?” tanyanya, membuat senyuman agni meredup dan berganti
mengginggit bibir mungilnya.
“kayanya emang gue yang salah” lanjut cakka.
Cakka memijat dahinya yang mendadak nyeri. Agni bingung
bagaimana harus menghiburnya.
“disaat gue kehilangan bunda gue dan mengharuskan
gue ikut ayah gue, gue bener-bener gak terima. Gue serasa kehilangan
kebahagiaan gue. Hati gue bener-bener marah saat itu. Apalagi setiap liat ayah
gue yang selalu ngebanggain dan ngebelain Alvin. Itu emang sejak dari dulu. Gak
masalah kalo masih ada bunda gue. Tapi begitu bunda gue pergi, gak ada satupun
yang belain gue. Dan sejak saat itu hati gue bener-bener ngeyakinin kalo ini
semua Alvin yang bersalah” ucap cakka sambil menerawang.
“Alvin emang gak pernah ngerti salah dia apa sama
gue. Tapi dia selalu minta maaf. Dulu baik Alvin maupun gue, mungkin emang
sama-sama belum bisa berpikir dewasa. Tapi setelah kejadian itu, bukannya
dewasa tapi gue malah jadi sensitive. Sedangkan Alvin berbanding terbalik dengan
gue. Dia selalu nanya salah dia apa. Dan dia selalu minta maaf tanpa ia tau
kesalahannya”
Cakka lantas menengadahkan kepalanya berharap air matanya
tidak jatuh. Tapi percuma.
“gue harusnya seneng karna bisa bikin dia ngerasa
bersalah. Balas dendam karna dia udah ngerebut kebahagiaan gue. Tapi ternyata…”
Agni meraih bahu cakka yang mulai berguncang. Dan
membiarkan kepala anak laki-laki itu sekali lagi bertumpu dibahunya.
“balas dendam itu ngga akan menyelesaikan masalah,
kka. Balas dendam itu Cuma akan menimbulkan dendam baru yang gak akan ada
habisnya.” Agni membelai rambut cakka. Agni hanya bisa merasakan cakka
mengangguk tanpa menjawab.
“gue yakin, bunda lo pasti gak mau ngeliat lo sama
Alvin musuhan. Apalagi kalo ternyata elo yang gak mau maafin Alvin. Bunda lo
pasti kecewa sama lo” ucap agni.
Cakka kembali menerawang, memikirkan kemungkinan itu.
Bukannya ia tidak mau, tapi ia tidak tau apa yang harus dilakukannya.
“lo bisa mulai dengan pulang kerumah lo” agni
membantu, membuat cakka menatapnya seolah mendapat pencerahan.
Agni lantas nyengir jail, membuat cakka mencubit pipinya.
“abis ini gue pulang” cakka mengacak-ngacak rambut
agni. Agni menatapnya lekat-lekat.
“makasih ya, kka” kata agni membuat cakka
mengernyit.
“makasih karna udah percaya sama gue dan berbagi
baban lo”
Cakka menatap agni lama, lalu menggeleng.
“gue yang harus berterima kasih sama Tuhan, karena
masih baik sama gue dan ngirim gue malaikat kaya lo”
Agni melongo selama beberapa saat, lalu segera memukul
lengan cakka sambil tertawa grogi.
“ah! Kok jadi gombal gitu sih!” pekiknya malu
sambil memegang kedua pipinya yang memanas.
Cakka nyengir melihat kelakuan anak perempuan itu, lalu
menghela nafas dan menatap bulan purnama yang bersinar cerah dilangit kelam.
Hari ini, untuk pertama kali dalam beberapa tahun hidupnya, ia bisa menikmati
keindahan pemandangan itu.
Sekarang ada yang harus ia lakukan dan tak bisa
ditunda-tunda lagi.
…
Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, otak cakka sibuk
berpikir. Sebenarnya apa yang akan dilakukannya nanti, cakka benar-benar
bingung. Ketika hampir sampai didepan rumahnya, tiba-tiba saja sebuah mobil
sedan keluar dari gerbang rumahnya dan melaju kencang. Cakka mengerutkan
alisnya. Itu mobil ayahnya. Tapi cakka hafal watak ayahnya, ayahnya bukan tipe
pengemudi seperti itu, begitupula dengan Alvin. Tapi siapa yang baru saja
keluar dari rumahnya?
Cakka menghentikan motornya tepat didepan gerbang yang
baru saja ditutup oleh satpam rumahnya. Ia membuka helm yang dikenakannya. Ia
masih menatap mobil sedan yang sudah hilang dari pandangannya.
“den, cakka? kemana aja? Kok baru pulang ke
rumah?” Tanya pak satpam. Cakka menoleh.
“yang tadi siapa, pak?” Tanya cakka tak
menghiraukan pertanyaan sebelumnya.
“itu… tuan, den”
“ayah? Kok buru-buru?” Tanya cakka.
“iya. Mau bawa den Alvin ke rumah sakit”
“rumah sakit? Alvin? Kenapa?”
“bapak kurang tau, den. Yang jelas tadi den Alvin
pingsan dikamarnya” jawab pak satpam. Cakka terdiam.
Nafasnya sedikit tersendat. Memangnya Alvin sakit? Sakit
apa? Selama ini cakka tidak pernah melihat Alvin mengeluh sakit. Dengan gerakan
cepat, ia segera mengenakan kembali helmnya dan melajukan motornya. Yang ada
dipikirannya sekarang adalah menemui ayahnya dan juga Alvin.
…
Langkah cakka terhenti begitu ia melihat seseorang sedang
berbicara dengan seorang dokter didepan ruang ICU. Dia tau orang itu siapa. Itu
adalah ayahnya. Wajah ayahnya terlihat sangat kusut. Samar-samar ia mendengar
apa yang sedang dibicarakan ayahnya.
“apa tidak ada cara lain lagi untuk menyelamatkan
anak saya, dok?”
“selama ini, Alvin sudah melakukan berbagai tahap
pengobatan. Tapi, itu tetap tidak bisa menolongnya. Transplantasi hati mungkin
adalah satu-satunya pilihan terakhir.” Ucap dokter kemudian berlalu membiarkan
lawan bicaranya tadi untuk berpikir.
Cakka melihat ayahnya mengusap wajahnya. Ia tau,
sepertinya itu adalah masalah berat. Kembali ia langkahkan kakinya. Menghampiri
ayahnya yang kali ini tengah terduduk.
Ayah cakka mendongak begitu melihat sepasang sepatu usang
yang hampir tak dikenalinya berdiri tepat dihadapannya. Ia benar-benar tidak
percaya saat mendapati cakka yang tengah mengenakan seragam SMA yang terlihat
lusuh kini sedang menatapnya nanar. Kemudian ia pun berdiri menyambut kedatangan
anaknya dengan tatapan datar.
“maafin cakka” ucap cakka serak. Ayahnya masih
terdiam.
“cakka minta maaf kalo selama ini nyusahin ayah.
Cakka emang gak pantes jadi anak ayah” lanjut cakka tertunduk lesu.
Cakka tidak tau lagi apa yang harus dikatakannya
sekarang. Ia hanya ingin meminta maaf kepada ayahnya dan juga Alvin. Tapi saat
ini ia tidak menemukan Alvin. Ia hanya mendapati ayahnya. Tiba-tiba saja ia
merasakan tangan ayahnya menarik tubuhnya kedalam dekapan ayahnya.
“ayah juga minta maaf. Selama ini ayah memang
tidak pernah mengerti perasaan kamu. Ayah minta maaf!” ucap ayahnya sambil
terus memeluk anaknya. Cakka mengangguk pelan. Entah kenapa ia bisa memahami
semuanya. Lalu ayahnya melepas pelukannya dan mencengkram kedua bahu cakka.
“kamu dan alvin, adalah anak ayah! Kalian berdua
adalah jagoan ayah!!” tegas ayahnya. Cakka terdiam sejenak. Lantas ia tersenyum
dan kembali mengangguk. Kemudian ayahnya mengacak-ngacak rambut cakka dengan
lembut. Sudah lama ia tidak melakukannya. Kehadiran cakka membuat ayahnya
sedikit lebih tenang. Setidaknya bebannya sedikit berkurang.
---
Alvin terbangun dan memandangi kesekelilingnya. Sejak
kapan ia berada disini? Hatinya terus bertanya. Lantas ia mengedarkan
pandangannya hingga akhirnya mendapati cakka tengah tertidur disofa. Alvin
benar-benar tidak menyangka ia akan melihat hal itu.
Perlahan cakka pun membuka matanya. Alvin masih tetap
menatapnya heran. Cakka menguap sebentar lalu mengusap kedua matanya dengan
telapak tangan. Dia sedikit terkejut melihat Alvin yang sedang menatapnya saat
itu.
“gue…” ucap cakka terputus.
“gue… baru tau kalo elo sakit” lanjut cakka. Alvin
tersenyum tipis.
“udah lama”
“kenapa lo gak pernah bilang?” Tanya cakka. Alvin
malah tersenyum geli mendengarnya.
“emangnya dulu lo mau dengerin gue?” Tanya Alvin
balik. Cakka sedikit salah tingkah. Ia tidak sadar telah menanyakan hal itu
mengingat bagaimana dulu sikapnya terhadap Alvin.
“gue… maafin gue, vin!” ucap cakka.
“bukannya seharusnya gue yang minta maaf?” ucap
Alvin. Cakka terdiam.
“maafin gue, kka!” lanjutnya.
---
Cakka tersentak begitu seorang suster membangunkannya. Ia
melirik kearah tempat tidur Alvin, dia masih belum sadar. Ternyata cakka hanya
bermimpi. Ia menghela nafasnya yang terasa berat dan melangkahkan kakinya
kearah wastafel, lantas membasuh mukanya.
‘mungkin transplantasi hati adalah satu-satunya
pilihan terakhir’
Kalimat itu kembali terngiang ditelinga cakka. Entah
kalimat macam apa itu. Ia tidak mengerti.
***
“gimana? Udah baikan?” Tanya agni saat mereka
sedang berjalan beriringan menuju pintu kelas. Cakka menoleh. Sejak jam pertama
dimulai hingga jam terakhir, cakka sama sekali tidak mengucapkan apapun pada
agni. Ia hanya sibuk berkutat dengan bukunya. Agni tau, pasti anak ini sedang
memikirkan sesuatu.
“Alvin sakit” ucap cakka.
“sakit apa?” Tanya agni. Cakka menggeleng.
“alvin harus dapet transplantasi hati. Gue gak
ngerti maksud tuh dokter apaan?” ucap cakka. agni memandangnya tak percaya.
“maksud lo Alvin menderita sirosis?” Tanya agni.
Cakka hanya menghela nafas berat.
“gue mesti balik ke rumah sakit sekarang, ag. Buat
pastiin semuanya gak bakal seburuk yang gue bayangin.” Ucap cakka. agni
tersenyum.
“Alvin bakalan baik-baik aja. Lo mesti yakin, kka”
ucap agni menyemangati. Cakka memberikan seulas senyum pada agni.
“WOY!! MAU APA LO?!!”
Agni tersentak saat mendengar teriakan seseorang. Bulu
kuduknya langsung meremang. Sudah begitu lama ia tidak mendengar bentakan
seperti itu.
Mereka langsung berlari kearah lapangan, yang sudah
dipenuhi kerumunan teman-temannya. Anak-anak perempuan nampak merapat
dibelakang. Cakka menyeruak kerumunan itu, lalu terperanjat saat melihat apa
yang ada dihadapannya.
Segerombol anak laki-laki berseragam SMA urakan masuk
dari ceruk sekolahnya, bersenjata potongan besi dan kayu dengan mata
berkeliaran buas.
“cakka, keluar lo!!” seru anak yang berjalan
paling depan.
Cakka menatap gerombolan itu nanar. Lalu melangkah maju.
Waktunya sudah tiba.
“kka!” seru anak-anak lain, tapi cakka tak
mendengar.
Ia berdiri gagah diantara dua kerumunan besar itu dengan
kedua tangan didalam saku celana.
“gue cakka” ucapnya dingin.
“ada perlu apa?” lanjutnya.
Anak tadi tidak menjawab. Mereka tau-tau menyingkir.
Membiarkan seseorang lewat. Dan cakka tidak terkejut saat melihat sion muncul
dengan tampang garang. Cakka lantas tersenyum sinis.
“belom bisa ngomong, lo? Nyuruh orang lain
ngomong?”
Sion tidak menjawab. Rahangnya yang bergeser membuatnya
tak bisa bicara selama beberapa waktu. Ia hanya menatap cakka sebengis yang ia
bisa. Cakka balas menatapnya geli. Kalau mereka berulah lagi, kali ini cakka
akan membuatnya tak sanggup berdiri.
Sion tau-tau tersenyum licik. Ia mengedik pada anak
buahnya, lalu beberapa saat kemudian mereka menyeret sesuatu dan
mengempaskannya ke tanah didepan cakka. Cakka harus menyipitkan mata untuk
menyadari apa, atau siapa yang tersaruk dihadapannya.
“kak…”
Hening beberapa saat hingga terdengar suara seorang
perempuan menjerit, menyadari apa yang sedang terjadi.
Kevin, dengan keadaan tangan dan kaki terikat dan wajah
berlumuran darah meringkuk gemetar di kaki cakka. Cakka menatap adik kelasnya
itu tak percaya, lalu perlahan mengangkat kepalanya untuk menatap buas sion.
Sion malah tersenyum penuh kemenangan sementara anak-anak buahnya tertawa.
Cakka menoleh pada ray yang segera mengangguk dan melesat
kedalam sekolah. Tak lama kemudian, ray muncul dengan membawa tongkat baseball
kebesaran cakka. Anak-anak berjengit saat melihat tongkat itu muncul lagi
setelah sekian lama tersimpan manis dipojok kelas.
“kka!” seru agni. Tapi cakka tak peduli dan meraih
tongkat itu.
Anak laki-laki sudah bersiap maju saat cakka menahan
mereka dengan tongkatnya.
“gue bisa sendiri!” kata cakka membuat anak-anak
itu melotot. Cakka balas menatap mereka.
“kalian jaga anak-anak lain aja” lanjutnya.
Iel menatap cakka tak percaya, tapi tak menentang
perintahnya. Mereka membuat pagar didepan anak-anak perempuan sambil mengawasi
cakka.
Cakka menenteng tongkat itu dibahu. Lalu melangkah pelan
kearah gerombolan didepannya. Tidak seperti kemarin. Kali ini cakka akan
benar-benar menghabisi mereka sampai tidak tersisa.
Tau-tau sion dan gerombolannya membuat gerakan
mencurigakan. Mereka tampak menyingkir dari ceruk. Detik berikutnya muncul tiga
laki-laki lain dari sana. Tampangnya lebih garang dari sion, tidak memakai
seragam dan ketiganya tampak penting.
“Lo pasti Cakka!” seru seseorang yang tidak cakka
kenal.
Cakka tidak menjawab. Otaknya sibuk berpikir, dimana
sebelumnya ia pernah mencari gara-gara dengan orang-orang ini. Tapi tidak ada
ingatan apapun tentang mereka. Tiga laki-laki didepannya ini benar-benar asing.
“berkali-kali gue tantangin, lo gak pernah dateng”
kata laki-laki lain gusar, membuat cakka terkesiap.
“dan ternyata bukan Cuma gue aja. Emangnya lo apa,
hah? Dewa?” bentaknya.
Cakka meneguk ludah, sadar betul situasi ini. Tiga orang
dihadapannya adalah ketua-ketua geng yang pernah ditolaknya. Demi membalas
dendam ternayata mereka menggabungkan kekuatan.
“denger…”
Anak-anak didepannya sekarang bersuit sebelum cakka
menyelesaikan kata-katanya. Dan cakka tau itu bukan pertanda baik. Benar saja,
detik berikutnya belasan anak-anak lain dengan berbagai macam senjata ditangan
masuk melalui ceruk sekolahnya. Sekarang jeritan teman-teman perempuannya
semakin keras.
Cakka mentap nanar sekitar lima puluh anak dihadapannya.
Ia tidak mungkin sanggup mengatasi lima puluh anak sekaligus. Tapi ia akan
berusaha. Ini adalah masalah yang ia buat sendiri. Ia tak akan melibatkan
siapapun.
Tau-tau cakka merasa bahunya ditepuk. Cakka menoleh, lalu
melongo saat mendapati iel sudah ada disampingnya. Dibelakangnya teman-teman
lain sudah bersiap-siap. Ray dan Goldi tampak sibuk melemaskan otot leher dan
jari.
“anak perempuan…”
“liat kebelakang!” potong iel membuat cakka
menoleh lantas terpaku saat melihat beberapa anak laki-laki kelas sepuluh dan
sebelas membuat semacam pagar didepan anak-anak perempuan.
“mereka ternyata ada dibelakang sekolah dari tadi,
belum pulang” ucap iel lagi.
Cakka lantas menatap kearah anak-anak perempuan yang
sibuk membantu Kevin melepaskan ikatannya.
“hei! ada apa ini?”
Semua mata sekarang terarah pada para guru yang baru
keluar dari gedung sekolah.
“siapa kalian? Sana pergi! Atau saya panggil
polisi!!” seru bu Ira pada gerombolan itu.
“panggil aja! Sebelum mereka dateng, kalian semua
udah abis!!” salah satu pimpinan geng balas menyeru.
Semua orang sekarang sudah menjerit ketakutan. Para guru
sibuk menelpon dan menenangkan murid perempuan.
Cakka tau, bangunan sekolahnya yang hanya punya satu
jalan untuk keluar suatu saat akan membuat mereka dalam masalah besar. Dan saat
inilah tepatnya.
“kalian Cuma perlu sama gue, kan? Jangan sentuh
siapapun selain gue!!” seru cakka geram.
Gerombolan itu tertawa mengejek. Beberapa dari mereka
malah ada yang meludah secara terang-terangan.
“gue gak diperintah sama bocah kaya lo!!” kata
salah satu pimpinan geng itu dingin. Ia lantas melirik anak buahnya.
Sesuai komando, beberapa anak laki-laki mulai maju
menyerang. Cakka berdecak lalu tanpa menunggu apapun ia mengayunkan tongkat
baseballnya kearah laki-laki yang pertama sampai. Laki-laki itu terbanting
keras ke tanah, pelipisnya memuncratkan darah segar.
Selama beberapa detik, gerombolan itu terpaku menyaksikan
laki-laki itu mengerang kesakitan. Detik berikutnya amarah mereka tersulut.
Mereka menatap cakka buas seolah bisa menelannya hidup-hidup.
“ini saatnya” gumam cakka. cengkraman pada tongkat
baseballnya mengeras.
“jangan biarin mereka nyentuh sekolah kita!”
teriak cakka.
Teman-temannya mengangguk dengan wajah penuh determinasi.
Cakka menatap iel lalu kembali menatap gerombolan marah didepannya.
Satu detik berlalu. Dua detik. Tiga detik.
“SERAAAAANNNNGGG!!!!!” seru pimpinan itu, membuat
jantung cakka terasa mencelos.
Apa yang terjadi selanjutnya persisi seperti apa yang
dilihatnya dalam film. Rombongan besar laki-laki dengan adrenalin mengalir
deras berlari sekuat tenaga kearahnya. Lalu tanpa ampun, mereka mulai memukul
apa yang mereka lihat secara membabi buta.
Apa yang terjadi disekitarnya berlangsung cepat.
Teriakan, jeritan, erangan, semua bercampur menjadi satu. Hampir semua
berseragam putih abu-abu. Cakka hampir kesulitan membedakan mana teman dan
lawannya. Dikejauhan ia bisa melihat iel menghabisi tiga orang sekaligus.
Tau-tau cakka merasa sesuatu menghantam kepalanya. Cakka
mengusap kepalanya lalu mengernyit saat melihat darah ditelapak tangannya. Ia
berbalik lalu matanya melebar saat melihat beberapa laki-laki mulai
melemparinya batu dari pinggir lapangan.
Cakka berlari sekuat tenaga kearah pelempar batu, lalu
menghabisinya satu persatu. Saat cakka sedang menginjak tangan salah satu
pelempar, ia menyadari kalau ia sekarang sudah terkepung.
Cakka mengangkat kepala, lalu menatap kesekelilingnya
nanar. Empat ketua geng termasuk sion sudah mengelilinginya. Cakka berdecak.
Mereka sengaja melempar batu agar ia terpisah jauh dari kelompoknya.
“oke, gue bakal ladenin kalian semua! Mulai dari
siapa?” kata cakka mengayun-ayunkan tongkat baseballnya.
“pertama, lo liat ini dulu!” jawab salah satu dari
mereka sambil mengedikan dagu kearah ceruk.
Lutut cakka serasa lemas saat melihat apa yang
dilihatnya. Sekitar dua puluh laki-laki bertampang preman muncul dari sana
dengan persenjataan yang sama. Mereka segera berlari penuh semangat kearah
perempuan dan guru yang segera masuk gedung untuk berlindung.
Cakka melangkah bermaksud untuk mencegah gerombolan baru
itu. Tapi dadanya ditahan oleh balok kayu.
“urusan lo disini!” kata sion susah payah membuat
cakka menatap nanar kearah sekolahnya yang luar biasa kacau.
“IELL!!” seru cakka sekuat tenaga. Membuat iel
yang sedang menolong goldi menoleh lalu segera menyadari apa yang terjadi. Ia
lantas segera melesat kearah gedung sekolah.
“lo udah ancur, kka!!” gumam sion susah payah
membuat cakka kembali menatapnya.
“masa kejayaan lo ancur, karena kesombongan lo”
lanjutnya.
“jangan banyak omong lo! Mau gue bikin gak bisa
ngomong selamanya?” balas cakka geram.
“gue kasih!” lanjutnya.
Cakka mengayunkan tongkat, tapi sebelum ia sempat
mendaratkannya ke kepala sion, rasa perih luar biasa menyayat tangan kirinya.
Cakka melotot saat mendapati salah satu dari ketua geng itu sudah memegang
belati.
Cakka menatap lengan kirinya yang berlumur darah dan
berdenyut menyakitkan. Cakka bisa tau seberapa dalam luka itu saat merasa
tangannya gemetar dan mulai mati rasa.
“ternyata lo Cuma segini doang?” kata salah satu
dari mereka mengejek.
“tau gini gue ngga susah-susah ngundang lo. Lo
sama sekali bukan ancaman. Lo Cuma raja teri!”
Empat laki-laki itu mulai terkekeh. Dan cakka mengambil
waktu ini untuk mencari tau keadaan sekolahnya. Semua anak dan guru sudah
terkepung dilapangan. Iel dan teman-temannya masih berusaha melawan. Tapi
dimata cakka mereka sudah kalah telak.
Cakka memejamkan mata, tidak mempedulikan darah dari
lengannya yang sudah mengalir deras dan menetes ke tanah.
“gue harus ngelakuin apa supaya kalian pergi dari
sini?” ucap cakka.
Empat laki-laki disekelilingnya berhenti tertawa dan
menatap cakka tak percaya.
“kalo gue bilang lo harus bersujud dan nyembah
gue, lo mau?” Tanya sion. Wajahnya tampak bersmangat.
Cakka menatapnya nanar, lalu melirik teman-temannya.
Sepintas, cakka bisa melihat agni yang masih merawat Kevin dan beberapa anak
kelas sebelas yang terluka. Wajah aldi lantas terlintas dibenak cakka. Cakka
mendengus lalu menatap sion.
“sampe mati pun, gue ngga mau!!”
Senyum diwajah sion menghilang. Dan sebelum anak
laki-laki itu sempat melakukan apapun, cakka sudah mendahuluinya dengan
menonjok hidungnya hingga tersuruk ke tanah. Cakka lantas berlari sekuat tenaga
menuju teman-temannya.
“KKA! Lo ngga apa-apa?” seru iel begitu cakka
berhasil bergabung.
Cakka mencengkram lengan kirinya yang sudah bergetar
hebat, lalu menggeleng. Ia lantas menatap teman-temannya dan gurunya yang
semakin pucat pasi saat melihat luka itu. Cakka balas menatap mereka nanar.
“maaf, pak, bu” kata cakka serak membuat semua
orang melongo.
“maaf, semuanya” ucapnya lagi.
“kka, saya sudah panggil polisi” kata pak duta.
“kamu tidak usah ladeni mereka lagi, sebentar lagi
polisi sampai”
Cakka menatap pak duta, lalu mengangguk pelan.
Pandangannya lantas bertemu dengan agni yang sudah berlinang air mata. Cakka
mendekati anak perempuan itu lantas menyerahkan tongkat baseballnya. Agni
menerimanya bingung.
“siapapun yang ngedeketin lo, jangan ragu, pukul
pake itu” kata cakka membuat agni tak percaya. Cakka lantas tersenyum miris.
“sori, ag”
Agni belum sempat bereaksi, tapi cakka sudah berbalik.
Lingkaran disekeliling mereka semakin rapat. Para ketua geng sudah bergabung
dengan mereka.
“ckckck, gue terharu sebenernya” komentar salah
satu ketua geng itu.
“gue gak nyangka lo segitunya mau ngelindungi
sekolah ini” lanjutnya.
“apalagi yang harus gue lindungin kalo bukan
sekolah gue sendiri?” ucap cakka membuat semua orang menatapnya.
Ketua geng itu tertawa mengejek. Cakka menggunakan
kesempatan itu untuk melihat teman-temannya. Pelipis ray tampak terluka dan
goldi tampak terengah-engah kelelahan, tapi semuanya masih berdiri. Iel malah
terlihat nyaris tak tersentuh.
Cakka menghela nafas lega. Lalu mencoba menggerakkan
jari-jari tangan kirinya. Tapi lengan itu sudah tak mau diajak bekerja sama.
Cakka yakin ada ototnya yang putus.
“sekolah begini sih gak usah lo lindungin! Isinya
Cuma orang-orang pecundang yang mesti dibuang kaya sampah!!” seru ketua geng
itu membuat cakka kembali mengangkat kepala.
“apa kalian bilang? Pecundang? Kalian anggap kami
sampah? Sampah bukannya ngga berguna! Sampah masih bisa didaur ulang. Sampah
masih bisa jadi baik! Emangnya kenapa dengan sampah? Justru kalian yang lebih
buruk dari sampah!!” seru agni tiba-tiba membuat semua orang menatapnya.
“wooww…” komentar ketua geng itu. Takjub dengan
keberanian agni. Yang lain juga ikut tertawa. Agni sendiri juga mencoba berdiri
dengan susah payah. Seluruh tubuhnya gemetar.
“kalian anggap kami sampah? Silahkan! Lantas
kalian apa? Nginjak-nginjak tempat sampah? Kalian yang kurang kerjaan!” seru
agni lagi membuat gerombolan itu terdiam, tidak menganggap ini lelucon lagi.
Katua geng itu baru melangkah untuk menggapai agni, tapi
cakka sudah menghadangnya. Sekarang ia berhadapan dengan cakka yang seperti
mendapat kekuatan baru. Kekuatan dari ucapan agni.
“langkahin mayat gue dulu!” desis cakka.
Ketua geng itu melotot, lalu menyeringai. Detik
berikutnya ia melayangkan tinju kearah cakka. Cakka dengan sigap menepisnya.
Lalu balas menyikut wajah laki-laki itu sekuat tenaga. Ketua geng itu ambruk
dalam sekejap.
Menganggap itu komando tak langsung, gerombolan itu
kembali menyerbu dengan ganas. Cakka dan teman-temannya kembali tercerai berai.
Memaksa gerombolan itu untuk tidak mendekati para murid perempuan dan guru.
Agni masih berdiri ditengah kekacauan itu. Lututnya
gemetar, tapi ia berusaha untuk ikut melindungi teman-temannya. Agni sama
sekali tidak tau kalau tongkat baseball seberat itu. Agni sama sekali tidak
bisa mengangkatnya. Atau mungkin tubuhnya yang begitu lemas sehingga harus
bersusah payah hanya untuk sekedar berdiri.
“AGNI!! AWAS!!”
Agni tersadar lalu berbalik. Matanya melotot saat melihat
ketua geng yang tadi dipukul cakka sekarang sedang berderap kearahnya, dengan
belati terhunus. Agni tidak sempat mengelak. Ia memejamkan mata saat mendengar
tusukan yang membuat mual.
Selama beberapa detik, agni tak mendengar apapun, tak
merasakan apapun. Begitu seseorang menjerit histeris, agni baru membuka mata.
Dan ia terkejut saat pak duta sudah berdiri didepannya, menerima tusukan yang
seharusnya ditujukan padanya.
Agni mundur beberapa langkah saat tubuh pak duta berdebum
ketanah. Ia menatap sosok itu tanpa berkedip. Seluruh tubuhnya terasa dingin
dari ujung kaki hingga kepala. Detik berikutnya jeritan mencekam segera
bersahutan dari segala penjuru. Semua orang kini berlari panik untuk
menyelamatkan diri.
Agni masih terhuyung saat cakka muncul dan menendang
ketua geng tadi hingga terpelanting. Cakka menatap tubuh pak duta nanar, lalu
menarik agni menjauh, dan menghabisi laki-laki tadi. Ia lantas dikepung oleh
beberapa orang sekaligus.
Agni menatap cakka yang meronta, berusaha untuk
melepaskan diri. Tapi anak laki-laki itu tampak sudah tidak mampu lagi untuk
melawan. Ia sudah kehabisan banyak darah.
“agni!!” seru seseorang membuat agni menoleh. Ia
melihat iel yang sedang menghadapi beberapa orang sekaligus.
“cepet larii!!!”
Agni mengedarkan pandangan. Ia bisa melihat via yang
sedang menyingkir sambil memapah Kevin bersama teman-temannya dan para guru.
Agni mengangguk dan mencoba melangkah, tapi kakinya tidak bisa digerakkan.
Sekuat apapun dia berusaha. Agni lantas menatap cakka yang sudah tersungkur
ditanah.
Anak laki-laki itu sudah tak bisa melawan. Ia sudah lemah
dan hanya pasrah saat beberapa orang menendang dan menginjak tubuhnya. Agni
menekap mulut melihat cakka. orang yang paling kuat yang pernah dikenalnya,
tergeletak mengenaskan ditanah, berlumuran darah.
Pandangan cakka bertemu dengan agni. Cakka berusaha
tersenyum sambil menahan sakit. Mendadak kata-kata agni terngiang dikepalanya.
‘balas dendam itu ngga akan menyelesaikan masalah,
kka. Balas dendam itu Cuma akan menimbulkan dendam baru yang ngga akan ada
habisnya’
Agni benar. Dendam tidak akan menyelesaikan apapun.
Selama tidak ada pihak yang menyudahi, dendam ini seperti penyakit yang akan
terus menerus kambuh.
Cakka merasa kepalanya diinjak oleh seseorang. Agni
dengan segera terisak saat melihatnya, genggaman pada tongkat baseballnya
mengendur. Kepalanya terasa berputar dan lututnya tidak mampu lagi menopang
tubuhnya. Ia jatuh terduduk ke tanah.
Agni menatap gedung sekolahnya dengan pandangan kabur
oleh air mata. Beberapa bulan lalu saat pertama kali datang, ia tau ada yang
aneh dengan sekolah ini. Tapi ia tak menyangka sekolahnya akan seperti ini.
Berbaur dalam sebuah tragedi.
Dada agni terasa sesak. Ia kesulitan bernafas. Segala
jeritan dan suara pukulan bercampur menjadi satu dengungan keras ditelinganya.
Ia terhuyung, lantas ambruk ketanah. Matanya sekarang sejajar dengan mata
cakka.
Dengan pandangan kabur, agni bersikeras untuk menatap
anak laki-laki didepannya itu. Mereka berdua mungkin tidak akan bertemu lagi
untuk waktu yang lama. Dan agni ingin melihatnya selama yang ia bisa.
Perlahan kesadaran agni menghilang. Suara dengungan itu
menjadi jauh. Bayangan cakka semakin pudar. Selanjutnya, semua menjadi gelap
gulita.
…
Agni menatap plang sekolahnya yang tampak berkarat.
Lantas pandangannya bertumpu pada sebuah papan yang bertuliskan ‘Harap Tenang,
Sedang Ujian!’. Beberapa bulan berlalu setelah tragedi itu. Agni menghela
nafasnya yang terasa berat.
“ayo, ag!”
Agni menoleh, mendapati Alvin yang menepuk bahunya.
Disampingnya, via tersenyum padanya. Teman-temannya lantas duluan melangkah
masuk keadalam gedung sekolah. Agni menatap mereka, lalu mengangguk pelan.
“abis ujian, kita jenguk cakka, ya?” ucap Alvin
sambil melangkah mengiringi agni. Agni menoleh padanya lantas mengangguk sambil
tersenyum.
…
Kini, agni dan Alvin berjalan beriringan dengan sekotak
makanan yang berada ditangan agni. Alvin membuka pintu sebuah kamar didepannya.
Dari kejauhan terlihat seseorang yang tengah terduduk diranjang tempat tidurnya
sambil membaca sebuah buku. Orang itu tampak belum menyadari kehadiran mereka.
Agni melirik Alvin. Alvin mengangguk pelan padanya seolah
mempersilahkan masuk. Agni melangkah perlahan mendekati.
“kka,” sapa agni. Cakka menoleh menatapnya datar.
Agni takut-takut memandangnya. Lantas cakkapun tersenyum. Agni menghela
nafasnya lega dan menghampirinya lebih dekat.
Tanpa berkata apa-apa, agni duduk disampingnya. Lalu
meletakkan kotak makanan hello kitty dan membukanya dengan semangat.
“gue masakin special buat lo. Pasti selama lo
dirumah sakit ngga ada masakan beginian!” ucap agni.
Cakka melirik isinya. Nasi putih dan beberapa potong
sosis goreng yang dibentuk gurita dan telur orak-arik, persis seperti yang
pernah dibuat agni untuknya dulu.
Cakka menatap anak perempuan dihadapannya. Cakka tau,
seharusnya ia tidak berharap. Tapi apakah kali ini ia boleh berharap?
“berapa bulan kita ngga ketemu? Lo Cuma bisa bikin
ini buat gue?” Tanya cakka membuat agni melongo.
“udah mending gue bikinin!” sungutnya kesal,
membuat cakka terkekeh. Anak perempuan itu masih imut seperti dulu.
Tangan kanan cakka refleks terangkat untuk mengelus
kepala agni, tapi terhenti diudara. Cakka sudah akan menarik kembali tangannya
saat agni meraihnya dan menggenggamnya.
Cakka masih bersyukur tangan kanannya tidak bernasib sama
seperti tangan kirinya. Tangan kanannya masih bisa merasakan genggaman hangat
agni. Dia juga bersyukur, kalau saja saat itu Alvin tak menolak tawarannya
untuk mendonorkan hatinya, ia tidak akan menyadari betapa besar rasa sayangnya
terhadap agni.
Agni tersenyum geli menatap cakka. Tiba-tiba saja ia
teringat sosok cakka menurut pandangannya. Baginya, cakka itu bagaikan devil
juga angel, kadang memang terlihat sangar, tapi sisi lain dia memiliki hati
seperti malaikat. Setidaknya itu yang agni rasakan.
“kenapa senyum-senyum gitu?” Tanya cakka heran.
Agni menggeleng.
“gue boleh bilang sesuatu, gak?” ucap agni.
“apaan?”
“gue kangen segalanya tentang lo!” kata agni
tersenyum. Cakka menautkan alisnya.
“baru juga beberapa bulan ngga ketemu, lo udah
segitunya sama gue” ledek cakka.
“ih, itu tuh lama tau! Emangnya lo ngga kangen
sama gue?!” teriak agni. Cakka mengangkat kedua alisnya. Sementara agni salah
tingkah, mengatupkan mulutnya lantas menutup wajahnya yang tiba-tiba merah
merona.
Cakka menatap anak perempuan didepannya lama. Lantas
tersenyum. Tiba-tiba ia ingin memulai kembali semuanya. Memulai semuanya,
bersama malaikat manisnya.
CASINO AT JOHNNYWOOD - Promotions, Gaming
BalasHapusJOHNNYWOOD CASINO AT JOHNNYWOOD, Hotel 세종특별자치 출장안마 & Casino Las Vegas. (888) 321-5000. 나주 출장샵 The Casino 하남 출장마사지 at 제천 출장안마 J.T.. See All. The Action. 광주광역 출장샵